Senin, 28 Februari 2011

Arti kasih dalam senja

Bila langit telah larut
Dia murung tak bercahaya
Luasnya hitam pekat menjelang malam
Membawa hampa sunyi dan kelenggangan

Satu kata telah ku ucap
Dalam gelisah di dadaku
Kau ku anggap bagai bidadari dari kahyangan
Melingkup keanggunan dan keindahan

Lirik kata telah kau ucap
Dari tanya daku yang gelisah menunggu
Tak mungkin melempar bunga mawar dariku.
Namun ternyata mawar telah tahu dan melayu saat itu

Kasih di saat senja arti kasih yang sesungguhnya
Melambangkan isi hati yang cinta dari jiwa raga
Kau lah arti hidupku
Meskipun sungguh kau telah mencampakanku

Sabtu, 26 Februari 2011

Itu bukan segalanya

kapankah kau kembali
kapankah kau mengerti
kapankah kau menepati janji
menyatakan kata dari kesadaran hati

ku tunggu kau datang
mengharap pada keputusanmu
aku rela kau bersamanya
jika itu harus aku terima

aku hanya ingin padamu
kau berkata jujur meski pilu
pasrah pada hati
mengungkapkan rasa yang sebenarnya

langit-langit cinta mulai cemas
mencemaskan diriku
mengharap baik dari katamu
menyatakan kata untuk diriku

cinta hanyalah sebuah rasa
datang pergi kadang benci
cinta hanyalah sebuah kata
mengapa kau tak mengerti

cinta tak harus melukai
cintak tak harus memiliki
cintak tak perlu di ungkapkan
karena cinta memang hanyalah arti rasa

kepedihanku adalah kebahagiaanmu
kebahagiaanku adalah kepedihan hatiku
sama saja rasa itu datang
tetapi bagiku itu bulan segalanya

Dia di cari

malam yang gelap
dengan segala yang di bawa
selalu datang bergantian dengan siang
tampil dalam wajah hitam

saat itu cahaya mulai di butuhkan
cahaya di cari
saat itulah dia di mengerti
dan saat itu pula dia memilki arti

amal datang bagai malam
di saat orang-orang berada dalam kegelapan
dia di cari
dia di butuhkan

ada kesempatan
ada peluang
dengan apa gerangan mereka datang
datang dengan kebahagiaan atau malah kekhawatiran

Karikatur Diskriminasi

Kala cinta datang

Ucapanmu membuatku merasa tenang
merasakan tingginya alunan cinta
pandanganmu ungkapkan asmara
seindah cinta mati yang ada di surga

kala cinta datang
dan dia di ungkapkan
harap dan gelisah di rasakan
itulah arti cinta

cinta kadang aneh
seaneh kata hati
cinta kadang indah
seindah bulan purnama

cinta kadang tak terbatas
cinta itu kadang bebas
cinta itu rumit
serumit kabel

cintailah dia karena cinta
cintailah dia dengan mesra
cintailah dia bukan karena apa-apa
cintailah dia hanya karena adanya cinta

Berwajah bunglon

Dasar tukang penipu
kerjaannya memang seperti itu
berwajah bunglon
seperti dandan di salon

apapun bentuk tinglkah lakunya
di manapun dia berada
kepada siapapun berteman
pasti akan menyusahkan


jelas di mata itu salah
tak perlu ada keraguan
tampak jelas itu salah
tetap saja di lakukan

akal baginya bukan apa-apa
hati untuknya hanyalah nafsu saja
kecerdasan baginya hanyalah sebuah alat
untuk mencari keuntungan dengan penipuan

Kapan damai alam datang

Langit berujar
dengan seribu kata yang belum di mengerti
sesaat gunung pun ikut-ikutan berkata
aku di sakiti tangan jahil

apalagi hujan
dia tak merasa bersalah
karena dia bukan apa-apa
dia di undang kedatangannya karena ulah mereka

orang paham
namun tak menyadari
mereka tahu
namun belum bisa mematuhi

kapankah damai alam itu datang
kapankah surga alam itu menyapa
kapan bencana itu mereda
kita semualah yang harus menanggung segala akibatnya

Rabu, 23 Februari 2011

RINDU HALAMAN RUMAH

Kadang seseorang tidak berpikir, bagaimanakah keadaan kleluargaku ya?. Bagaimana keluargaku di dfesa sana. Ya inilah pertanyaan yang harus ada. Agar hubungan silaturahmi antar sesame selalu ada. Kebahagiaan hidup akan bertambah indah dan dapat berbagi dengan sesama.

Orang lupa keluarga memang sah-sah saja. Asalkan kelupaan itu ada alas an yang dapat di nalar. Sehingga segala sesuatunya akan bermakna.

Orang yang lupa keluarga mungkin bias saja karena ada Pekerjaan yang menjanjikan, prospek karir selalu tercapai, penghasilan semakin meningkat, order yang semakin tumbuh. Itu lah penyakit lupa. Orang bias lupa keluarga karena hal-hal semacam itu.

Namun keadaan itu pasti hanya akan terjadi sesataat. Dia akan rindu, rindu dan semakin rindu. Rindu dengan keluarga, teman lama, kerabat atau orang-orang yang di cintainya.

Kampung halaman memang terkadang menyebalkan. Terutama bila itu di kontekskan dengan sebuah pekerjaan. Paling-paling pekerjaan di desa adalah menggarap sawah. Paling hanya bertani atau memelihara hewan ternak yang lain. Semua pekerjaan itu sangat sedikit penghasilannya. Dagangan yang di hasilkan pada saan panen raya pun seringkali mengecewakan. Inilah yang mengakibatkan banyak orang desa pergi ke kota. Hijrah demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Ingin membahagiakan keluarga dengan materi dunia yang berkecukupan.

Setelah mimpi itu terjadi, terasa kecukupan, mereka sadar. Ternyata ada saja perasaan yang ganjil di hati mereka. Mereka merasa ada sesuatu yang kurang di balik sebuah kesuksesan yang di dapatkannya selama di perkotaan.

Apa yang kurang itu?. Jawabannya adalah pulang ke kampong halaman. Orang-orang menyebutnya dengan Pulang kampung atau pulang ke rumah halaman. Hati terasa kangen dengan segala sesuatu yang ada di tanah ke;lahiran. Teringat dengan m,asa kecil yang penuh dengan cerita lucu dengan sesame teman. Rindu, rindu dengan semuanya. Inilah yang di namanakan dengan rindu rumah halaman. .

Apakah gerangan yang menjadikan seseorang balik ke rumah? Padahal jarah antara tempat mereka tinggal amat jauh. Ada juga yang luar kota, luar pulau, bahkan luar negri. Namun tetap saja rasa ingin bertemu keluarga selalu menjadikan jarak yang jauh menjadi dekat, perjalanan yang melelahkan tak di hiraukan.

Salah satu jawabannya adalah rindu halaman rumah. Ya, inilah moment istimewa bagi siapapaun yang menunggu sebuah kebahagiaan. Berbagi dengan keluarga tercinta. Mengingat masa lalu yang begitu asyik untuk di replay ulang dalam pandangan mata.

Ada pepatah mengatakan “ Jika ada seseorang yang tidak rindu dengan halaman rumah bisa jadi dia tidak ingat lagi keluarga”.
Nah kalau mau melihat kata-kata di atas makanya ayoo. Ayooo jangan di usahakan tali silaturahmi yang sejak dulu ada di bangun lagi. Kita yang selama ini jauh dari keluarga, kerabat, dan halaman rumah jangan sampai menyia-nyiakan waktu luang untuk berbagi dengan mereka. Kalaupun toh kita belum bias mengunjungi mereka satu bulan sekali, di usahakan dua bulan, tiga bulan, empat bulan atau enam bulan sekali.

Kalaupun itu juga belum bias karena terlalu sibuk, ya setahun sekali. Masak sampai tidak kasihan dengan mereka yang sejak kecil menimang-nimang dalam ayunan dan gendongan. Minimal setahun sekali. Tidak etis kalau selama bertahun-tahun tak pulang.

Waktu untuk berbagi sangat beragam. Jika dia adalah seorang pelaja atau mahasiswa jangan lupa tilik ( berkunjung atau pulang ke halaman rumah) rumah. Pasti orang tua sangat merindukan kedatangannya. Karena dalam situasi lama tidak bertemu, pasti mereka sangat senang. Walaupun pulang tidak membawa oleh-oleh pun pasti mereka dapat menerima kehadiran kita dengan tangan terbuka. Tidak hanya itu saja, kalau memang sebelum pulang rumah sudah menghubungi keluarga dulu, dapat dio pastikan mereka akan bersiap-siap. Ya mungkin menyiapkan makana kesukaan, minuman vavorit atau mungkin malah ada kejutan yang lebih dari itu. Sooo tidak ada salahnya jika waktu-waktu yang baik untuk pulang rumah di manfaatkan sebagaimana mestinya.

Apabila kita sebagai seorang yang bertugas, entah PNS, tentara, pekerja pabrik atau yang lain luangkanlah waktu pula untuk mereka. Tidak ada salahnya jika hanya pulang sekali dalam satu tahun. Toh mereka juga sudah menyadari dengan situasi. Mereka akan senang sekali dengan kehadiran kita. Apalagi kepulangan itu dengan membawa oleh-oleh. Pasti akan sepoerti kegembiraan seorang yang sedang kehausan, sudah kesana-kemari mencari air minum tidak dapat-dapat lalu turunlah hujan lebat. Ohh asyiknya.

Masih ada banyak lagi sesuatu yang ajaib dari pulang ke kampong halaman. Makanya ayo, pulang. Usahakan keberhasilan kita dapat di bagi dengan mereka. Dengan keluarga. Sanak famili, kerabat dan orang-orang tercinta. Berbagilah kebahagiaan dengan sesame.

UCAPAN ADALAH JANJI SUCI

Ucapan adalah janji suci
Dan memang ucapa itu adalah janji suci
Janji yang di tunggu kenyataannya
Janji yang harus di bayar oleh siapapun orangnya

Apakah yang mereka lihat
Apakah yang mereka dengar
Apakah yang mereka piker
Apakah yang mereka angankan

Berbuat tak bertanggung jawab
Bertutur tak jujur
Berjanji tak di tepati
Dan entah apalagi yang telah di hianati

Manusia makluk termulia
Itulah pikir mereka
Namun pantaskah itu
Dengan berjanji tetapi menghianati


Semarang 24 feb. 2011

MATI RASA

Dengan rasa manusia hidup
Dengan rasa manusia berharga
Dengan rasa manusia merasa
Dan hanya dengan rasa manusia muliya

Di tengah kehidupan
Perjalanan mengentak
Di tunggu oleh jutaan rintang dan haling
Di terpa oleh cemas dan harapan

Sampai ahirnya mereka sadar
Menjalankan langkah kaki
Menjaga kehidupan dan penghidupan di dunia ini
Dengan rasa dan kesadaran

Tetapi bila mana mereka yang lalai
Yang tergiur oleh iming dunia dan tahta
Tergerus oleh angan derajat yang tak sempurna
Hilanglah rasa itu dengan sendirinya

Sudahlah hidup itu
Usailah makna hidup itu
Raiplah janji surga sang pencipta itu
Hanya karena mati rasa

Semarang 24 feb. 2011

Selasa, 22 Februari 2011

Cinta adalah rasa hati

Rasa di rasa
Pandangan mata melirik
Perasaan yang di tunggu pun datang
Datang semabari berlari

Tak tahu apa jadinya
Kata teman-teman selalu menjadikan tanya
Benarkah itu
Apakah itu kenyataannya

Rasa penasaran tak kunjung pergi
Hinggap menunggu nyata
Ternyata kata ini berucap
Siaplah kau dengan kenyataannya

Balutan cemas menyimpuli hati
Tertekan oleh suara menghawatirkan
Memang cinta kadang tak seperti angka-angka
Karena cinta persoalan hati

Semarang 22 feb. 2011

Ingatlah wahai punggawa bangsa

Sepahit rasa jamu
Sepanas aura api
Berulang kali di ajukan permintaan itu
Tak ada simpati pun yang dapat di nanti

Penantian panjang sekumpulan manusia
Menuntuk hak yang di milkinya
Terik matahari bagi mereka
Seolah bagai ac yang nyaman di rasa

Tapi mungkinkah ini
Di rasa dan di raba
Oleh si dia pembawa suara
Dengan dalih kesejahteraan dan janji-janji saja

Kapankah ini berahir
Berahir tanpa lukka
Sesuap nasi yang mahal
Ibarat pengorbanan jiwa dan raga

Yang di sana wahai punggawa bangsa
Wahai pemimpin bangsa
Janjimu adalah hutang
Sampai kapanpun adalah milik mereka


 Semarang 22 feb. 2011


Gelisah dalam kehampaan

Pandangan mata tak di rasa
Meskipun pakaian berwarna warni
Hati merasa gundah atas kekosongan isi hati
Mencoba mengetuk pintu yang samar

Gelisah hanyalah rasa
Kenyataan memang tak mungkin terelakan
Teriakan seperti apapun bentuknya
Seolah tanpa makna karena hampa

Telinga tidak bisa mendengar
Rintihan hati yang sedang beradu
Dalam kesunyian hati yang tanpa tujuan
Gelisah dan hampa saling menyerutu

Semarang 22 feb. 2011

Jumat, 18 Februari 2011

Biarkan aku mencari

Simponi di pagi hari
Berbaris dalam lamunan dan cita
Pandangan demi pandangan datang
Menengok jiwa yang bercita-cita

Salam mimpi di saat malam hari
Dalam gelap dan kesunyian
Datang sembari melambai tangan
Menggoda dan  tak ingin pergi

Buku catatan hidup
Memang telah di siapkan olehnya
Meskipun jiwa raga sebagai pelaksana
Namun kenapa yang tahu hanya dia semata

Biarkan aku lari
Berlari untuk mencari
Tentang isi buku yang ku maksudkan
Dari tulisan buku kehidupan

Keagungan alam


Sambutan alam dan kedatangannya
Berulang ulang menghentakan hati
Tiupan angin tanda kehidupan
Pancaran air lambang kearifan

Bumi sebagai tempat kehidupan
Matahari sumber penghidupan
Rembulan tanda keindahan
Alangkah indah dengan hamparan alam

Pagi dan siang
Bergantian  dan beriring
Sore selalu datang
Selama hari belum berahir

Alam yang agung
Di antara ciptaannya yang agung
Keagungan alam
Dan keagungan pencipta alam

Semangat Muda

Dalam sebuah kesempatan tertentu seseorang perlu evaluasi diri dan berimajinasi. Ya perlu evaluasi dan imajinasi. Keduanya ibarat baju yang selalu harus ada pada diri ini. Melekat dan terpakai dimanapun berada. Sehingga keberadaannya adalah untuk menutupi kulit dan aurat, merlindungi cuaca, serta dapat di jadikan sebagai alat untuk memperindah tubuh ini.  

Evaluasi adalah usaha seseorang dalam menilai dirinya. Dapat di tafsirkan pula sebagai sebuah usaha seseorang untuk menaksir dan menilai tingkatan usaha yang telah di lakukan dengan hasil yang di capai. Apakah dia sudah baik atau belum. Apakah sudak berhasil atau belum. Itulah yang di namakan evaluasai.

Sedangkan imajinasi bisa di artikan sebagai sebuah angan. Bisa juga itu di tafsirkan sebagai sebuah mimpi, namun mimpi yang ada dalam keadaan sadar.  Imajinasi memang hanyalah sebuah angan.. Meskipun imajinasi ini hanya berupa mimpi, namun yang terpenting adalah apabila imajinasi tersebut  di ikuti dengan sebuah niat untuk merealisasikannya. Yakni imajinasi yang di ikuti dengan sebuah usaha untuk mewujdkan imajinasi tersebut. Itulah yang di namakan imajinasi hebat.

Berimajinasi sesungguhnya bukanlah sekedar mengekspresikan mimpi dalam sebuah lamunan. Imajinasi yang sesungguhnya adalah sebuah imajinasi yang dapat menghantarkan seorang individu agar dapat menjadi pribadi yang lebih baik. Sehingga imajinasi yang di lamunkan itu tidak  berupa lamunan tak berarti dan tanpa arti. Tetapi dari lamunan imajinasi itulah segala potensi diri seseorang akan di aktualisasikan dalam kehidupan nyata.
 
Manusia bukanlah sejenis malaikat. Dia sama seperti sebuah mesin.  Bisa lelah atau rusak jika di paksakan pemakaiannya. Demikian juga manusia, perlu istirahat ketika telah selesai melakukan sebuah aktivitas dan rutinitas pekerjaannya. Sesekali rutinitas yang di jalaninya harus ada jedanya. Waktu jeda itulah yang selanjutnya harus mendapatkan perhatian agar tidak terbuang percuma.

Waktu-waktu istirahat adalah waktu yang baik untuk evaluasai dan berimajinasi. Entah itu ketika di malam hari menjelang waktu tidur, waktu liburan, waktu berkumpul dengan keluarga ataupun pada moment baik yang lain. Waktu ini sangat tepat sekali untuk menenangkan kembali kondisi jiwa dan merefres kondisi tubuh agar kembali stabil. Setelah berjam-jam dan seharian beraktivitas lalu bersantai ria saat itulah evaluasi dan imajinasi perlu mengendap dalam jiwa raga ini. Keduanya harus dapat bersinergi. Sehingga dapat di ketahui seberapa besar prestasi yang telah tercapai dan apa kekurangannya.

Evaluasai dan imajinasi dalam hal ini sangatlah penting. Karena keduanya  merupakan ruh dari eksistensi diri yang sesungguhnya. Namun tahukah kamu dari mana keduanya muncul.

Perlu kita tahu bahwa dalam ilmu psikologi ada salah satu bentuk  aktivitas tubuh yang tak terlihat. Dia dapat di amati manakala sudah di aktualisasikan dalam tindakan konkret. Itulah yang di sebut dengan pikiran.

Orang dapat sukses tergantung bagaimana dia membentuk sebuah pemikiran atau gagasan. Seorang einstin dapat di kenal oleh ilmuan pada umumnya dan para pecinta ilmu fisika pada khususnya di penjuru belahan dunia di karena kebatannya dalam berfikir. Dia adalah seorang yang tidak lulus sekolah menengah namun cerdas. Itulah salah satu contoh efek kekuatan pikiran. Dan di akui ataupun tidak Inilah hebatnya berfikir.

Apa yang di pikirkan seseorang itulah eksistensi dirinya. Segala ucapan dan tingkah laku seseorang pasti tidak luput dari bagaimana seseorang tersebut berfikir. Baik itu ucapan maupun tindakan seseorang tidak lain dan tidak bukan pasti ada keterkaitannya dengan cara berpikir dan cara pandang seseorang.

Cara pandang yang baik adalah pandangan yang matang. Yakni sebuah cara pandang yang di landasi dengan pandangan obyektif terhadap semua realitas yang ada. Dari cara pandang yang matang ini seseorang akan mampu membawa dirinya dimana dan kapanpun berada. Sehingga pandangan hidup dan idealisme diri tumbuh dan berkembang secara baik, ideal dan berbobot.

Ada salah satu pepatah yang amat menarik berkenaan dengan cara pandang dan cara berpikir seseorang. Slogan atau pepatah jawa mengatakan “ Bisoho Rumongso, Tapi Ijo Sepisan Pisan Rumongso Biso”. Menjadi orang itu hendaklah menjadi tipe “Orang yang bisa merasa, tetapi jangan sekali-kali menjadi orang yang termasuk golongan tipe orang yang merasa sudah bisa”. 

Singkat namun berbobot. Inilah falsafah nenek moyang kita. Dan itulah cara pandang yang telah di akui khalayak akan nilai filosofinya. Banyak orang-orang besar dalam hal ini dengan segala latar belakang mereka telah menerapkan slogan tersebut.

Benar sekali, jika beleh di komentari, slogan tersebut dapat di ibaratkan sebagai rumus paten dalam hidup. Artinya slogan itu dalam hidup dan kehidupan hendaknya harus selalu di jadikan tolok ukur seberapa jauh kuantitas dan kualitas usaha yang di lakukan. Yakni tolok ukur tentang bagaimana seseorang mempunyai kesadaran diri terhadap apa yang di cita-citakan dengan usaha yang harus di lakukan. Inilah cara pandang yang harus ada dalam benak setiap orang. Cara berpikir yang harus tertanam dalam-dalam bagi siapapun yang menginginkan cita-cita hidupnya dapat tercapai.

Jika melihat sekilas tentang falsafah di atas maka dapat di ungkap bahwa salah satu esensi falsafah tersebut adalah adanya tuntutan agar setiap orang bersemangat. Orang harus menanamkan cara pandak dan pemikiran yang konsatruktif. Misalnya saja semangat berpikir, semangat bekerja, dan yang terahir semangat bertawakkal kepada yang maha kuasa. Inilah semangat yang di sebut-sebut oleh beberapa orang sebagai semangat muda.

Cara pandang semangat muda seperti inilah perlu di sosialisasikan kepada semua orang. Karena saat ini tantangan hidup lebih keras dan kompleks. Persaingan hidup kian hari kian panas.  

Semangat muda ialah semangat yang muncul karena adanya motivasi yang kuat. Memang biasanya semangat seperti inilah semangat yang mendarahdaging dalam jiwa kawula muda. Karena secara biologis, kawula muda masih mempunyai kesempatan yang selebar-lebarnya untuk berkarya. Dan karena memang sepak terjang kaum muda lebih luas. Entah itu dari segi umur yang masih panjang, kesempatan yang masih terbuka lebar, kesehatan yang bagus dan integritas yang baik.

Perlu di perhatikan bahwa, tidak berarti semangat muda ini pasti di miliki oleh insan muda.  Semangat muda ada kalanya itu timbul dari dua sisi atau hanya satu sisi atau bahkan tidak sama sekali.

Semangat dua sisi artinya sebuah semangat yang di timbulkan dari segi jenjang umur dan kualitas jiwa kepemudaannya. Apabila semangat itu di timbulkan oleh anak muda dan di barengi dengan kualitas semangat yang baik, maka itulah termasuk sebagai jenis semangat muda dua sisi.

Semangat ini biasanya terilhami oleh motivasi yang baik dari dalam jiwa. Kawula muda seperti ini melakukan aktivitas mereka tidak sekedar mengisi waktu luang. Beraktivitas tidak hanya sekedar aktivitas. Tidak hanya sekedar karena gengsi dengan orang-orang kaya atau karena cemoohan. Tidak semata-mata di karenakan oleh sebuah tawaran duniawi yang pragmatis, instan, dan tanpa makna. Namun kesemuaan dari gerak gerik, ucapan, tindakan dan langkah hidup di dasarkan oleh adanya semangat esensi kepemudaan yang sesungguhnya. Sehingga mereka tidak akan mudah terombang ambing oleh iming-iming materialistik atupun benda keduniaan lain. Apalagi terlena oleh iming-iming yang tak seberapa jumlahnya.  mereka akan fokus pada esensi semangat muda, tidak yang lainnya. Sehingga yang menjadi pegangan adalah adanya rasa tanggung jwab, kebersamaan, perjuangan, pengabdian masyarakat, dan dedikasi mereka kepada agama, bangsa dan negara.  

Lihat saja dalam buku jejak seratus satu tokoh islam di indonesia. Buku yang di tulis oleh saudara baduatul roziqin, badiatul muchlisin asti, dan djunaidi abdul manaf itu sangat apik untuk di simak. Mereka bertiga mengungkap dalam buku yang di tulisnya mengenai jejak orang orang hebat yang memilki semangat muda tinggi. Orang-rang yang di ceritakan mereka bertiga adalah mereka adalah tokoh tokoh ummat. Yakni seseorang yang dulu merupakan tipe orang yang mempunyai jiwa semangat kepemudaan yang tinggi. Mereka mau berubah sekaligus mau mengubah tatanan kehidupan yang semestinya di benahi. Orang-orang yang mau berjuang.

Di antara tokoh tersebut antara lain ahmad tohari, sang sastrawa, intelektual, sekaligus tokoh agama yang sangat sederhana dalam hidup. K.H Syahal mahfudz, seorang kiyai yang cerdas yang pernah menjabat sebagai ketua MUI tahun periode 2000-2005. tidak itu saja, beliau juga seorang yang ahli menulis. Di antara tulisannya yang kontemporer adalah thariqat al hushul ila ghayah al ushul, al bayan al-milamma an alfaz al-luma, nuansa fiqih sosial dan lain sebagainya. beliau juga di di nobatkan sebagai Rektor institut islam NU di jepara. Dan masih banyak lagi orang-orang hebat karena memegang falsafah hidup semangat kepemudaan.  

Sedangkan semangat muda satu sisi adalah semangat muda yang ada dalam diri seseorang, namun bukan merupakan kesatuan dari unsur semangat muda yang di maksud. Semangat seperti ini meliputi, dua konsepsi. Yakni  kawula muda yang tidak memilki semangat, hanya umurnya saja yang muda dan seorang yang sudah tua tetapi baru mempunyai semangat jiwa muda.

Untuk anak muda yang tidak memilki semangat kepemudaan dapat di ibarat sebagaimana halnya sebuah kereta tanpa penumpang. Kereta yang tanpa penumpang pasti tidak berpenghasilan. Jika konsep seperti ini ada dalam jiwa seorang pebisnis misalnya, maka dapat di pastikan dia akn mengalami kerugian dan gulung tikar. Sudah barang tentu tidak mungkin ada pendapatannya. Karena bagaimanapun jalan tidaknya sebuah kereta harus di kondekturi oleh seorang masinis. Sedangkan jika seorang masinis itu tidak mungkin mau menjalankan tugasnya sebagai pengemudi kereta kecuali ada gajinya. Sedangkan gaji itu sendiri pendapatannya adalah dari penarikan uang yang di peroleh dari  pembayaran setiap penumpang. Jika kereta berjalan tanpa penumpang dalam arti hanya membawa gerbong saja, maka akan terjadi kerugian.

Begitu juga kaum muda yang masih terbuka lebar kesempatan untuk meraih cita-citanya, apabila waktu tersebut tidak di gunakan dengan baik, maka yang akan terjadi adalah kerugian. Memang semasa masih muda sering mengungkapkan pepatah” masih kecil bahagia, saat muda poya-poya, waktu tua bahagia, dan saat mati masuk surga”. Itu sah-sah saja. Tidak ada yang melarangnya. Tetapi alngkah lebih baiknya jika kita itu berusaha realistik. Jangan terlalu mengelu-elukan impian. Impian adalah impian. Jika tidak ada tindakan untuk mewujudkan niscaya itu lebih pahit rasanya dari pada biji mahoni yang terjatuh dari pohonnya di saat musim angin tiba. 

Konsep semangat muda yang kurang baik selanjutnya adalah jika semangat muda itu baru tumbuh manakala rambut ini sudah beruban. Semangat muda yang baru muncul saat telah tua.

Tak dapat di bayangkan bagaimana semangat muda yang seperti ini muncul malah ketika balung dan energi tubuh ini mulai berkurang bahkan hilang. Namun jika di telisik dengan kacamata  skala prioritas, itupun belum jelek-jelek amat. Lumayan. Dari pada tidak sama sekali. Namun apakah tipe semangat muda yang seperti ini di jadikan inspirasi. Tentu hanya orang tidak waras saja yang mengagung-agungkan semangat muda yang seperti ini. 

Tipe orang yang terahir adalah tipe orang yang tidak punya semangat muda sama sekali. Lebih parah lagi jika dalam jiwa dan raga mereka tidak ada sedikitpun jiwa semangat. Semangat saja tidak ada, apalagi semangat muda. Orang seperti ini dikatakan hidup tapi tak hidup. Di sebut sebagai orang mati, tapi juga tak seperti orang mati. Dia ada tetapi seperti tidak ada. Adanya dia itu tidak ada. Namun memang sebenarnya dia ada. Merepotkan pokoknya.

Sehingga ahir konklusi dari artikulasi di atas yang terpenting adalah jika dalam diri serseorang bersemayam jiwa semangat muda dan motivasi , maka harus di buktikan dengan adanya tindakan konkrit dan realistis. Pada akhirnya apapun falsafah yang menjadi slogan hidup akan membentuk pribadi seseorang menjadi pribadi yang tangguh. Pribadi yang tidak akan lapuk oleh gerusan kerasnya kompetisi hidup dan tantangan dunia global. Sehingga seseorang akan dapat menjadi seorang individu  yang bermotivasi, memilki kapasitas sekaligus kualitas berpikir yang tinggi untuk selanjtnya akan di realisasikan dalam dunia nyata.

Oleh : @fauzin el-banjari

Selasa, 08 Februari 2011

TIDAK PANTAS JADI PENGEMIS

Tahun 2011Hari selasa 25 januari

Aku berjalan di siang hari menuju kampus. Ujian semesteran baru saja usai seminggu yang lalu. Jika melihat kalender akademik sudah barang tentu hari-hari seperti ini bukanlah jadwal masuk kuliyah. Atau juga bukan merupakan hari aktiif seperti hari-hari biasa. Ada sih sebagian mahasiswa yang keluar-masuk kampus, tetapi mereka paling-paling hanya Cuma sekedar main. Entah ke perpustakaan lihat-lihat buku atau pada janjian pada ingin pergi liburan sama teman-teman yang lain.

Sebagai mahasiswa semester tiga yang tinggal di masjid, aku harus merelakan hari libur untuk tidak pulang kerumah. Pada hal sebetulnya hatiku ingin ketemu ayah dan ibu adik, keponakan serta sanak keluarga yang lain. Terutama nenek, yang selalu menanyakan diriku jika terlalu lama tidak pulang dari kuliyah. Karena sejak kecil, kira-kira aku sudah bisa di tinggal orang tuaku bekerja, penjagaan dan perawatanku setiap hari di urus beliau. Sehingga wajar saja kalau nenek sering bertanya tentang aku saat aku tidak berada di rumah terlalu lama sehingga beliau merasa seolah kehilangan.  Kangen sepertu  itu adalah hal yang wajar. Dalam hati, aku ingin sekali bertemu mereka semua dan kampung halamanku.

Ya tuhan!!!!!!,aku pengen pulang ke rumah” batinku setiap hari.

Tetapi harus bagaimana lagi karena ini tanggung jawab dan amanah dari masyarakat yang sudah mempercayakan sepenuhnya untuk merawat dan meramaikan masjid.  Maka tidak ada keputusan  lain kecuali tetap berada di kota semarang, tempat kampusku berada. Aku harus ikhlas untuk tidak pulang ke rumah.  Meskipun pada hari itu sebenarnya libur, teman-temanku pada pulang, aku berupaya seolah tidak peduli akan hal itu. Aku harus tetap menjaga masjid ini, rumah tuhan, tempat orang-orang beribadah, dan tempat aku belajar bermasyrakat.

Sekitar pukul setengah sembilan, aku pergi ke kampus. Apakah yang akan aku lakukan pada waktu liburan seperrti ini?. Maksud aku ke kampus tidak lain dan tidak bukan adalah mencari buku. Meminjam buku perpustakaan yang isinya berhubungan dengan pelajaran pesantren. Aku harus secepatnya mendapatkan buku-buku itu dari perpustakaan, agar waktu-waktu yang lain dapat di pergunakan untuk keperluan yang lain pula.

Niatku sudah bulat. Hatiku berkata sendiri, menasehati diriku
Kamu hari ini harus foto kopy buku ini,  agar nanti sudah ada persiapan untuk mengajari Titu (Nama panggilan anak dekat masjid )”.

Kenapa aku harus mencari buku ke perpustakaan kampus pada hal hari libur. So pastinya kalender akademik kampus tidak menunjukan bahwa hari itu hari masuk kuliyah. Alasannya  adalah aku di kota semarang, kuliyah seperti sekarang ini tidak membawa buku-buku pesantren. Meskipun aku pernah di pesantren selama tiga tahun ternyata aku belum bisa menguasai materi-materi yang dulu pernah di ajarkan tanpa melihat-lihat isi pelajarannya. Sehingga apabila aku tidak mempunyai buku tersebut aku tidak bisa apa-apa. Apa bila di beri amanah untuk mengajari anak yang akan masuk ke pesantren maka syarat mutlaknya harus mempunyai buku.  

Ceritanya begini, seminggu sebelum hari itu, aku di di datangi seorang ibu yang tidak lain adalah ibu titu. Tepatnya tanggal 19 januari, pada saat sore hari beliau datang ke masjid dengan putranya menemuiku.

Assalamualikum, lagi apa mas” tiba-tiba terdengar suara seorang anak kecil mengucap salam dari luar kamar. Tiba-tiba Titu masuk ke kamar masjid. Kamar inilah tempat dimana penjaga masjid tinggal.

Walaikum salam, ada apa titu kok sore-sore kesini. Ini lagi nulis sedikit” jawabanku. 

Mas kamu di panggil ibu” sontak dia tidak menghiraukan pertanyaanku padanya.

Aku heran. Di tanya tidak di jawab dahulu malah langsung nyuruh-nyuruh. Titu malah langsung menyuruhku menemui ibunya yang berada di serambi masjid.

Aku heran, ada apa gerangan ibunya mencariku. Aku tidak tahu. Aku juga belum tahu. Sehingga kata hatiku meyakinkan diriku untuk langsung menemui ibu tersebut.

Tanpa banyak tanya aku langsung menuruti permintaannya. Keluar menemui ibunya yang katanya telah menungguku di luar. Pada hal waktu itu sebetulnya aku belum mandi. Karena pada waktu itu belum sampai jam 17.30 WIB sehingga aku belum mandi. Waktu yang belum terlalu sore untukku. Sehingga dengan agak terpaksa karena merasa kurang sopan hanya  memakai kaos putih dan bersarung aku datang memenuhi permintaan beliau.

Dari agak kejauhan, aku memandang Ibunya titu pada waktu itu menghadap ke arah timur. Beliau memandangi jalanan yang ramai oleh kendaraan yang sedang lewat. Lalu ternyata tiba-tiba ibu tersebut memalingkan pandangannya menghadap pada aku.
Pertama-tama aku menampakan muka senyum kepada beliau. Agar terlihat sumeh, dan bisa bermasyarakat.  Setelah aku duduk menghadapnya tanpa bosa-basi ibu tersebut langsung bertanya pada aku.

“Mas kamu bisa apa tidak, semisal ngajari titu?”pinta ibu ke aku.

“ Pripun bu ( ada apa bu’) ’” tanyaku balik meminta kejelasan.

“ Begini dik titu kan akan masuk pesantren setelah lulus ujian nanti. Kalau di hitung-hitung dia di rumah masih sekitar enam bulanan lagi. Lha ini agar tidak ketinggalan pelajaran dengan anak-anak yang lain aku mohon kamu bisa ngajari dia materi-materi pondok” pintanya padaku.

Materinya apa saja ya bu?” aku meminta kejelasan pada beliau. Aku kawatir kalau seumpama nanti pelajaran yang ku ajarkan kurang pas dengan pelajaran pondoknya, jadi tidak enak.

Alah dik itu lho paling-paling pelajaran dasar bla bla bla……” beliau  menjelaskan ini dan itu tentang pelajaran dasar yang di maksud beliau.

“ Ya udah bu, begini sekarang waktunya kapan. Karena kalau setelah magrib aku ngajari afil, putranya bapak rifai “. Jawabku.

Aku minta kelonggarannya agar jadwalnya tidak tabrakan. Karena afil juga minta di ajari les setelah magrib. Sehingga aku berusaha minta penjelasan lebih detail terkait kapan waktu yang tepat untuk mengajarinya.

Biasanya dia senengnya selesai sholat  magrib dik, setelah sholat jamaah saja. Biar nanti sekalian bisa sering ikut jamaah sholat di masjid. Kalau di rumah sholatnya itu sulit sekali. Kalau tidak di ingatkan selalu saja lupa”. Ibunya titu menceritakan keseharian titu. Seoalh beliau kerepotan mengatur aktivitas anaknya tentang praktik ibadah.

Berarti ini kalau minta bakda magrib, benturan dengan mas afil. Aku ndak bisa bu kalau waktunya seperti itu.” Aku bingung harus mencari waktu mengajar yang tidak benturan antara keduanya. Kepalku berputar-putar mencari jalan keluar yang kiranya tepat untuk menyelesaikan masalh ini. Tidak lama kemudian munculah ide dari pikiranku.

“ Atau mungkin begini saja bu, nanti malam aku tak matur matur ibunya afil kalau dik titu nanti minta di ajari ngaji yang jadwalnya setelah magrib. Sedangkan jadwal ini benturan dengan jadwal ngajinya kak afil. Sehingga harus di cari jadwal yang pas, agar satu sama lain semuanya dapat belajar. Aku tak berusaha meminta agar nanti mas afil yang bakda sholat isyak saja sedangkan dik titu yang bakda sholat magrib.

Kalau sudah ada kesepakatan nanti saya akan datang mengabari ibu ke rumah” alhamdulillah sepertinya tawaran ini bisa di lakukan. Dan aku berharap demikian.

Ya sudah mas, sampean atur saja. Yang penting nanti titu bisa mengikuti materi pondok dengan mudah, karena sudah ada persiapan dari rumah”.

Adzan magrib telah berkumandang. Masjid al-falah, sebagai salah satu  masjid di perumahan di kota semarang terlihat ramai. Banyak kaum muslim di waktu magrib yang menyempatkan sholat berjamaah. Sehingga nuansa kebersamaan, krukunan, nuansa guyub dan nuansa persaudaran masih sangat tersa. Meskipun sebenarnya ini berada di kota namun masyrakat lingkungan sini masih menjaga nilai-nilai tersebut agar tetap lestari sebagai simbol kekeluargaan yang tak bisa terlepaskan dari kepribadian masyarakat zaman dahulu. Meskipun berada di lingkungan perkotaan namun nuansa kearifan pedesaan selalu di jaga kelestariannya.

Waktu sholat berjamaah telah usai. Aku harus segera bergegas munuju rumah bapak rifa’I untuk mengajari afil alqur’an. Di tengah-tengah proses belajar mengajar, aku sesekali bertanya pada afil. Bagaimana kalau kak afil ngajinya pindah jam, yakni bakda sholat isya. Ternyata jawabnnya dia kurang setuju dengan jadwal itu. Terpaksa aku harus menunggu pembelajaran ini selesai dahulu baru nanti matur dengan ibunya.

Setelah aku selesai mengajari dik afil aku matur tentang permintaan ibunya titu tadi sore. Aku berusaha dengan permintaan yang sopan, agar tawaran jadwal yang aku ajukan dapat di terima. Eh ternyata kedua kalinya afil kurang setuju dengan jaml privat yang jadwalnya setelah isya’. Ibunya pun demikian. Beliau takut kalau jadwal privat setelah isya’ itu terlalu malam untuk afil. Nanti takutnya sekolahnya ngantuk. Atau mungkin waktu belajar untuk materi sekolah jadi berkurang.

Dengan tanggapan ini aku merasa tidak enak.  Seumpama aku tidak usaha mencari jalan solusinya, maka aku nanti mengecewakan ibunya titu. Padahal ibunya titu sudah kesana kemari mencari oorang yang siap dan sanggup untuk membimbing dan mempersiapkan titu yang akan masuk ke pesantren.
Dengan nada memelas akupun berusaha menjelaskan, menerangkan, serta membujuk afil dan ibunya agar jadwal privatnya afil dapat di rubah. Setelah beberapa kali aku memberikan  alasan yang masuk akal, alhamdulillah mereka dapat memberikan ruang padaku. Dan mereka malah mendukungku akan upaya yang akan ku lakukan. Memperkenankan diriku mengajari afil setelah sholat isak.

“Alhamdulillah ya allah akhirnya ada jalan keluarnya” aku merasa lega dengan keputusan yang mereka berikan.

Selang dua hari akupun langsung menyampaikan berita gembira ini kepada ibunya titu. Di sana aku berusaha menjelaskan keterangan yang aku dapatkan dari negosiasi kemarin. Aku juga meminta beliau agar kegiatan belajar mengajar di mulai saja di minggu depan. Karena selain aku harus menyiapkan materi dan kurikulumnya, aku juga punya kewajiban memimpin ngaji tahlil di salah satu rumah warga yang baru kemarin meninggal.

Pikiranku berputar-putar. Mengingat-ingat masalah kemarin yang sedang aku hadapi. Yaitu masalah menyiapkan materi pelajaran titu sekaligus metode yang tepat untuk mengajari pelajaran yang mungkin bagi titu belum pernah mengetahutinya. Memang selama bertahun-tahun dirinya sudah tidak lagi belajar ngaji layaknya anak-anak TPQ yang lain. Inilah yang menjadikan permasalahan untukku. Kalau aku mengajarkan ini dan itu, tetapi materi dan metodenya kurang pas berarti bisa di tebak, delapan puluh persen dia keberatan. Tidak paham apa yang aku samnpaikan kepadanya.

Pada hari itu juga tanggal 25 januari 2011 ini aku pusing tuyjuh keliling. Biasanya tanggal tua identik dengan penyakit dompet kosong alias tidak punya uang. Ya aku memikirkan dompetku yang uangnya tinggal dua puluh ribu.

Berarti ini hanya cukup untuk foto kopy buku panduan untuk mengajari titu saja!!!!!!!!!!”. Kata dan keluh kesahku dalam hati.

Uangku hampir habis. Ternyata sebualan ini banyak kebutuhan tak terduga yang sering harus ku cukupi. Sehingga seginilah sisanya.”

Maklum akhir-akhir ini kebutuhan keseharianku tidak dapat di tebak. Ada saja kebutuhan pengeluaran uang yang tiba tiba harus di penuhi. Yang paling membuat uangku terkuras habis adalah karena masalah pompa air masjid  yang pada waktu itu sering rusak. Sehingga uangku harus aku pergunakan terlebih dahulu untuk menutupi biaya perbaikan sanyo itu. Baik itu untuk memanggil tukang air, biaya perlengkjapannya, tukang servisnya, sampai biaya membelikan konsumsi tukang yang membetulkan pompa tersebut selama berhari-hari.

Dengan agak terpaksa, pembiayaan itu semua aku talangi dulu, karena keuangan masjid akhir-akhir ini tidak bisa mencukupi biaya oprasional bulan tersebut.

Rabu dua puluh tujuh januari 2011

Dari tempat tinggalku, aku telah berniat. Niatku ialah untuk memfotocopi buku perpusatakaan kampus yang kemarin aku pinjam.  Foto copi buku  itu akan aku gunakan sebagai dasar acuan pengajaran untuk titu. Setelah selesai beres-beres membersihkan sekitar masjid, aku segera mandi. Setelah itu aku siap-siap ke kampus. Buku-buku yang aku pinjam dari perpustakaan kemarin ku masukan ke dalam tas. Ada tiga jenis buku yang akan aku foto copi. Dan kesemuanya adalah buku-buku pesantren yang berbahasa indonesia, bukannya kitab kuning seperti di pondok-pondok klasik.

Meskipun terik matahari sangat panas dan tak mau mengalah, aku tetap bulat pada niatku untuk foto copi. Sehingga meskipun tidak memakai kendaraan untuk sampai lokasi, dan ini juga agakl berat bagiku tetap saja ku kuatkan kakiku menyusuri lorong perumahan yang berkelok-kelok dan panjang.

Dalam hatiku “ Ya Allah panas sekali siang ini!, pada hal tadi malam hujan sangat deras, bahkan tadi pagi agak mendung.”

Perubahan cuaca zaman sekarang memang tak seperti dulu. Pada zaman dahulu musim hujan atau kemarai dapat di tebak. Tetapi memang mungkin zamannya sudah tua. Cuaca semakin ekstrim dan sulit di prediksi. Jika kira-kira tahun ini ada dua iklim yang teratur mungkin untuk tahun depan tidak demikian. Bisa saja setahun panas terus, kemarau berkepanjangan. Dan bisa saja setahun penuh musim penghujan terus. Semoga saja ada jalan keluar yang dapat menanggulangi cuaca yang demikian yang di ikuti oleh kesadaran seluruh manusia di berbagai belahan dunia akan pentingnya menajaga kestabilan alam lewat langkah-langkah yang positif.

Dengan  di penuhi rasa panas aku harus hati-hati, menyusuri pinggiran jalan raya yang sarat dengan kedaraan yang hilir mudik. aku berusaha menjangkau lokasi foto copi meski panas tak dapat terelakan.
Setelah sekitar dua puluh menitan aku mulai lega, sehingga bisa menatap bangunan foto copi yang semakin dekat.

“Akhirnya aku sampai juga” batinku.

Antrian agak lama. Anak-anak perkuliyahan semester tua pada saling beergantian meminta untuk di layani. Pada saat yang bersamaan aku menjumpai kakak smesteranku yang kelihatannya aku mengenlnya. Kalau tidak salah sudah semesterr delapan. Mungkin tinggal ngurus skripsi.

“Mas” dia memanggilku.

Meskipun usianya lebih tua dari aku namun dia sering memanggilku demikian. Sejak kemarin satu paket dan satu kelas mata kuliyah psikologi anak dia memang agak akrab denganku. Sering berkomunikasi, saling menyapa.

“Oh ya mas!” aku membalasnya.

Terus aku bertanya“ lho libur gini masih ngurus foto copi mas, sampean tidak liburan tho?”

“Alah kok liburan, yang penting aku nyelesaikan kewajibanku dulu. Ini masih ngurus tugas skripsi,”jawabnya padaku.

“ Ooo!!!!!!!!!!!!!, begitu. Lha memangnya kalau di urus besuk-besuk kenapa mas?. Waktunya libur mending liburan mas. Kaya tidak ada hari lagi saja!.” Gurauku sambil tersenyum.


Secepat kilat dia langsung menjawabku.
Biar cepet lulusnya lah, aku tidak ingin kuliyah lama-lama. Delapan semestewr cukuplah. Tidak ingin tua di kampus.”

Ya sudah, semoga masnya cepet lulus. Sekalian cepet kerja. Biar nanti bisa nulari aku” kataku mendukungnya.

Aku sangat suka jika ada seseorang itu memilki tarjet dalam setiap hal. Harus ada tarjet di dalam setiap kariernya. Sehingga umur yang di berikan oleh tuhan kepadanya tidak terbuang percuma.

 “ Trimkasih, ya di doakan saja. Semoga cepet kelar semuanya. Ya sudah aku duluan lho. Sampai ketemu lagi!. Tak doakan kamu juga baik kuliyahnyanya. Juga cepet lulus dan segera mendapatkan apa yang di cita-citakan” Imbuhnya panjang lebar.

Memang suasana foto copy pada hari itu tidak terlalu padat namun boleh di kata termasuk ramai. Biasanya aku kalau foto copi di tempat ini pagi hari sekitar jam delapanan. Tetapi untuk hari ini memang tidak seperti biasanya. Karena harus membersihkan masjid dulu, sehingga agak molor, sampai agak siang seperti ini.

Ahkirnya setelah mengantri selama sekitar hampir dua puluh menit tiba giliranku. Aku di panggil pelayan foto copinya.

Mas pengen foto copi?” seorang wanita paruh baya memanggil untuk menawariku. Di menanykan apakah aku ingin memfoto kopi atau perlu yang lain.

“Ohh ia bu’!!!. “ jawabku agak kaget.

“ Bu’  biasa ya.  Ini di foto copy buram di perpanjang seperti biasannya saja biar cepet” pintaku padanya.

“Seperti kemarin mas?” dia mencoba bertanya kembali agar lebih jelas.

Ia, kayak kemarin bu’, tidak usah kertas putih mahal kok”.

Aku menjelaskan kembali padanya. Memang kemarin aku pun juga telah foto copi di tempat ini.

 “Jangan lupa bu’ saya nanti tolong   di kasih nota, biar nanti bisa ada hitung-hitungannyaterangku kepadanya.

Ku jelaskan ibu tadi menganai bentuk fotocopi yang aku inginkan. Aku biasanya minta kertas buram, di perkecil, dan di jilid panjang. Kenapa kertas buram. Karena memang aku biasanya seperti itu. Kertas buram, berarti sederhana. Yang penting inti materi yang di foto copi dan di pelajari. Kalau toh foto copinya kertas bagus, akan tetapi tidak di pakai untuk belajar, kan sama saja. Lebih baik foto copinya sederhana, akan tetapi di fungsikan dengan sebaik-baiknya. Dalam arti apabila tujuan awal foto copi adalah agar bisa mempelajari materi foto copian tadi, maka setelah di foto copi ya harus di gunakan sebaik-baiknya. Tidak lantas hanya sekedar punya foto copiannya.

Terus kebiaasaanku foto copi di perkecil, apakah menandakan bahil?. Menurutku tidak juga. Memperkecil foto copian, maksudnya adalah agar buku yang di foto copi tidak menumpuk sampai menggunung. Karena kalau setiap kali foto copi buram tidak di perkecil, bisa-bisa akan memenuhi rak buku. Bisa juga, di perkecil bertujuan agar buku tersebut lebih simpel. Tidak berat jika harus di bawa kesana kemari.
Keseringan dariku, memfoto copi di perpanjang.  Di perpanjang biasanya lebih menghemat waktu.

Pelayan biasanya mengeluh kalau ada orang yang foto copi Cuma satu buku, lantas dia menginginkan hasil foto copiannya itu di jilid seperti percetakan sungguhan. Mereka sering mengeluhkan yang demikian. Kalau memang pesannya banyak tidak apa-apa. Karena nanti itu bisa ada nilai lebihnya.

Sebenarnya foto copi seperti ini sepenuhnya aku kurang setuju. Meskipun memakai kertas buram, di perkecil dan di perpanjang itu hemat biaya, namun sebetulnya dalam hati kecil tidak menginginkannya. Karena bagaimanapun yang lebih baik adalah apabila ada seseorang yang memilki buku, tetapi buku tersebut memang betul-betul asli dari percetakan. Bukanya buku yang di dapatkan dari hasil kopian.
   
Sambil menunggu sebentar, duduk-duduk di sebelah selatan foto copy tiba-tiba ada seorang bapak-bapak datang. Tak di sangka dia datang, menyadarkanku yang tadi melamun memandangi hilir mudik kendaraan. Sebelumnya aku melihat bapak tersebut berjalan sangat cepat. Karena mungkin ingin segera bertemu seseorang. Eh malah dia langsung menghampiri diriku.

“Mas!!!!!” bapak itu memanggilku.

Bapak iru membawa tas berwarna merah agak kehitam-hitaman. Tas tersebut di tanting di atas pundak sebelah kiri. Kalau di lihat-lihat memang dia masih belum terlalu tua. Namun peretama kali aku melihat parasnya terbesit dalam hatiku tentang sebuah pertanyaan.

 “ Lah kenapa bapak ini?” tanyaku di dalam hati

“Mas!!!!!!!!!!!!!!!”kedua kalinya dia memanggilku.

Tak heti-hentinya dia menengadahkan tangannya, seoalh mengharap sesuatu dariku. Dan ternyata kalau di amati bapak itu memang seoalh sedang meminta-minta. Sudah pasti dia bermaksud ingin meminta uang.

Sebelum aku tahu jelas tentang kedatangan bapak tadi batinku bertanya ”Aku heran, apa benar bapak yang masih sehat seperti ini tega-teganya mengemis?.”

 Mas paringi”( Mas Beri Uang) orang tadi menungguku.

Ternyata dia tak pindah dari tempat ia berdiri. Berkali kali aku mencoba berusaha tidak tahu menahu akan keberadaannya, semakin dia mendekatkan kedua tangannya ke mukaku. Dan pastinya dia semakin memksaku agar aku memberinya uang.

Ada apa pak?” tanyaku sambil berusaha mengelak darinya. Aku paling tidak suka kalau ada orang yang memaksa seperti itu. Kesel banget pokoknya menghadapi orang seperti ini.

Tetapi aku tidak langsung memberinya uang. Karena aku pikir yang sebenarnya harus memberi pengemis ini adalah pihak foto copi. Sehingga aku berusaha untuk mengarahkan bapak tadi agar meminta pada tukang foto copinya.

Beberapa kali aku menunjukan tanganku ke arah tukang foto kopi agar dia meminta pada ibu pengelola foto copi itu. Ehh tapi ternyata tukang pengemis itu sangat keras kepala. Dia malah semakin memanggil-manggil aku.

Mas!!!!!!!!. Tulung mas.”pengemis ini malah tidak mau pergi. Dia malah semakin memperkeras suaranya memangilku dengan nada meminta.

Dalam hatiku, aku sangat bosan dengan orang-orang seperti ini. Aku ingin berteriak keras. Sekeras suara seseorang yang sedang benci terhadap orang yang di bencinya.

 “Ya tuhan.  Pak….!!!!!!!!!!!,  kamu minta ibu foto copi saja. Jangan minta aku. Aku ini bukan yang punya foto copi ini!!!!.” Kata hatiku berteriak, menjeritkan suara hati yang tidak hiraukan pengemis ini.

Aku berharap agar dia mau mengemis saja kepada ibu fotocopi. Aku ulangi permintaanku ini. Namun memang bapak tadi sangat menjengkelkan. Berulang kali aku memperingatkannya lewat isyarat dan pandanganku, agar tidak memintaiku yang pada waktytu itu banyak hutang , ternyata tidak ada respon.
Sampai akhirnya aku menyerah karena jengkel tidak kuat dengan sikap bapak tersebut.
  
Dengan agak terpaksa aku keluarkan selembaran uang. Ya itu nominalnya Cuma seribu rupiyah. Jumlah yang tak terlalu banyak sih. Tetapi aku sabetulnya sangat membutuhkannya.

Dalam hati aku sangat menginginkan uangku itu untuk keperluan lain. Namun bapak tadi memang menurutku telah sangat keterlaluan.
Yang aku heran adalah masak orang masih sehat, seger, kuat dan pastinya masih usia produktiv kok  tega-teganya meminta-minta. Dan menurutku, bapak tadi Tidak pantas menjadi pengemis. Karena memang secara lahiriyah dia masih belum bisa terkategirikan sebagai golongan orang orang yang pantas menjadi pengemis.