Senin, 31 Januari 2011

DUNIA KACAU OLEH PERBEDAAN

          Keperbedaan adalah sebuah kodrat dari hukum alam yang tidak bisa terhindarkan. Meskipun bumi ini hanya satu, toh banyak sekali di dalamnya berbagai macam bentuk benda, hewan dan makluk tuhan lain. Dari kesemuanya, Antara yang satu dengan yang lainnya memiliki berbedaan baik besar maupun kecil.
Manusia terdiri dari dua jenis kelamin. Lak-laki dan perempuan. Setiap laki-laki dan perempuan ternyata mempunyai ciri yang berbeda. Jika laki-laki berjenggot, sedangkan perempuan tidak. Jika perempuan melahirkan namun laki-laki tidak demikian. Apabila  perempuan atau kaum hawa cenderung sering berhias diri, memakai make up, pakai anting, namun laki-laki atau kaum adam ternyata tidak demikian. Demikianlah salah satu contoh sisi perbedaan yang ada pada manusia.
Oleh karena itu jika ada sisi perbedaan pasti ada sisi persamaannya.  Misalnya saja Persamaan kedudukan mendapatkan perlindungan HAM. Persamaan dalam hal kebebasan berpendapat. Maupun persamaan hak dalam hal berpendidikan. Dari permisalan dan contoh ini sangat jelas kiranya bahwa setiap makhluk tuhan baik itu di mulai dari kancah makro, sampai ranah mikro di setiap lini kehidupan jagad raya dapat di pastikan  memang mengandung sisi perbedaan, di samping juga memilki sisi kesamaan.
Sebagai makluk tuhan yang paling sempurna manusia di beri berbagai macam kelebihan. Sebuah anugrah dan karunia tuhan yang sangat berharga. Sehingga dari sisi inilah mereka dapat di kategorikan sebagai makhluk yang paling sempurna. Kelebihan yang di milki manusia sebagai makluk tuhan yang paling sempurna salah satunya adalah karunia berpikir. Kita tahu dengan manfaat berfikirlah mereka dapat membangun perdaban, mengolah kekayaan alam, membuat peralatan canggih dan mengembangan kehidupan. Namun unsur terpenting dari anugrah ini adalah agar mereka dapat mempergunakan fungsi dan manfaat pikiran itu dengan sebaik-baiknya. Sehingga memilki kemapuan untuk menghadapi persoalan hidupnya. Dapat mencari dan memilah antara mana hal yang baik dan yang bukan. Dapat pula membedakan antara benar dan salah.
Namun dalam praktik sehari-hari proses ternyata hidup yang ideal itu sulit di wujudkan. Cita-cita agar tercipta kehidupan yang ideal malah tersandung dengan problem beruntun.  Kontrak kehidupan yang sebenarnya memerlukan pemecahan masalah secepatnya  seakan sulit di cari solusinya. Masalah demi masalah kehidupan semakin mendera. Sehingga terpaksa jalan satu-satunya adalah menacari solusi atau problem solfingnya . Karena kekacauan betatambah parah, kejahatan semakin bertambah, peperangan, perebutan kekuasaan, penyelewengan hukum, manipulasi, kasus korupsi, persengketaan, penggelapan uang, atau kasus-kasus lain yang senada dengan permisalan yang telah di sebutkan.kalau sudah demikian tak ada jalan lain dalam menanggapi masalah yang demikian kecuali mencari jawaban dengan menanyakan pertanyaan yang bersangkutan dengannya. Sehingga dapat di klarifikasi dan di identifikasi kasus tersebut untuk di selesaikan sebagaimana mestinya. Pertanyaannnya adalah apakah gerangan yang menjadikan penyebab dunia ini kisruh, amburadul serta heboh dengan kekacauan berkepanjangan sebagaimana keterangan di atas.  
Setidaknya ada salah satu jawaban yang dapat di angkat menyangkut masalah di atas. Penyebab goncangnya dunia ini, pemicu kacaunya ketertiban dunia dan kemunculan berbagai masalah dengan kompleksitas di dalamnya  adalah karena penyalahgunaan fungsi agama.
Sejak zaman dahulu agama merupakan acuan manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Agama dalam kehidupan manusia memilki sebuah arti dan makna yang sangat penting. Karena muatan dan subtansi agama mengarahkan manusia pada hal yang positif. Sehingga arahan agama tersebut dapat menciptakan suasana yang positif dalam kehidupan manusia.  Tidak mungkin agama menganjurkan manusia untuk membunuh seseorang yang tidak bersalah, memperkenankan mereka mencuri, menganiaya, dan merugikan orang lain. Tuhan menurunkan agama yang di peruntukan manusia bertujuan agar hidup mereka teratur. Sudah barang tentu agama pasti menganjurkan hal-hal yang baik, bermanfaat, berbau positif. Tidak mungkin sebaliknya, atau berlaiann dengan hal itu. Namun ironisnya, seringkali tujuan-tujuan hina, obsesi tak bertanggungjawab oleh manusia di sandingkan dengan agama. Sehingga penyalahgunaan agama untuk memenuhi kepentingan yang tak benar itu, menjadikan agama tidak memilki paranan apa-apa, selain tunduk dan patuh dengan tangan-tangan jahil. Akhirnya agama menjadi kambing hitam. Di jadikan alat pemuas nafsu mereka yang tak bertanggungjawab.
Sangat ironis memang jika agama telah kabur subtansinya. Selama ini jika kasus per kasus menggejala di depan mata, lagi-lagi agama yang di salahkan. Agama sudah tidak ada harganya, karena telah memunculkan konflik sosial. Agama membuat manusia hidup menderita. Agama  munculkan  kasus, konflik dan permasalahan. Sehingga jika demikian adanya, dapat di katakan bahwa unsur agama semakin hari  tereduksi oleh umpan-umpan murahan berupa dalih-dalih tertentu yang tak dapat di benarkan.
Masyarakat saat ini sangat mengidam-idamkan sebuah kedamaian. Mereka mendambakan ketentraman hidup yang akan membawanya pada persatuan dan kesatuan. Namun memang agaknya sebuah impian harus di cancel, terbuang jauh karena impian yang demikian itu sulit di wujudkan. Meskipun segala cara dan upaya di lakukan ternyata tetap saja hasil yang dicapai tidak memuaskan.
Jika sejenak kita merefleksi dengan berbagai venomenal di negri ini, misalnya saja konflik.  Konflik ini akan menjadi besar jika konflik itu di bungkus, di kemas dengan embel-embel agama. Agama di jadikan tendensi untuk melancarkan aksi dan idealisme perseorangan atau kelompok tertentu. Sehingga konflik itu menjadi konflik horisontal yang sulit terselesaikan.
Contoh: Sebenarnya persoalan yang terjadi adalah persoalan dagang, persoalan rebutan pasar, tanah atau lahan tetapi jika hal itu di kait-kaitkan dengan unsur agama, maka besar sekali kemungkinan akan terjadi konfik panjang. Apalagi jika orang yang bersangkutan  menyatakan bahwa yang menguasai lahan ini adalah dia yang beragama tetentu. Tujuan dia mendirikan pasar ini di maksudkan adalah untuk mendanai berdirinya sebuah rumah ibadah. Ini akan mendaji masalah besar jika tidak ada titik penyelesaiannya. Masalah yang sebenarnya kecil malah membesar, karena sulit terselesaikan. Ibaratnya ada sebuah elpiji yang sedang mengalami gangguan, entah itu rusak selangnya, bocor tabungnya, kurang benar pemasangannya, jika tidak di lakukan tindakan konkrit yang benar, maka tidak menutup kemungkinan bahaya ledakan bisa saja terjadi di setiap waktu.
Begitupun indikasi dari contoh permasalahan di atas. Sebenarnya konfliknya hanya berupa konflik ekonomi namun karena balutan pendukung itu adalah pembalut  agama maka sudah barang tentu konfllik-konflik yang lain ikut bermunculan. 
Contoh di atas mengindikasikan, sebenarnya kebanyakan konflik yang muncul ke permukaan, sebuah konflik kepentingan. Entah itu kepentingan ekonimi, kesejahteraan, politik dan sebagainya. Konflik kepentingan ini bisa menjadi dahsayat sekali kenapa, karena agama itu di jadikan sebagai sebuah alat pembungkus (wasilah), alat pengemas, dan alat untuk mobilisasi sosial. Karena memang karakter agama itu sangat menyatu dengan unsur kejiwaan manusia.karakter agama memang bercirikan sangat berada di dalam unsur jiwa manusia. Terutama jika indikasi  ini di internkan pada wilayah penduduk belahan dunia bagian timur. Seperti irak, iran, uzbekistan malaysia, india atau indonesia. 
Maka ketika seseorang memilki apa pun maka dia akan melakukan dan menghidupkan emosi-emosi keagamaan. Tujuannya adalah, agar gagasan mobilisasi sosial yang di inginkanya dapat di raihnya. Jika memang demikian maka seolah agama ini di jadikan bisnis, aset untuk mencari keuntungan.
Dan seringkali agama yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya itu di perkosa dan di jadikan tunggangan tak bertanggung jawab.
Jadi sangat di sayangkan jika agama di salah gunakan. Jangan sampai keliru di tafsiri, apa yang terjadi saat ini tentang problem kehidupan dalam bentuk konflik, baik konflok sosial, ekonomi, politik, maupun kekuasaan di pahami agama sebagai biang penyebabnya. Pada hal yang memang harus di junjung tinggi adalah  kita setuju bahwa agama memang bukan merupakan sumber konflik tetapi agama pada tatanan saat ini seringkali di jadikan sebagai korban pemaksaan, di jadikan budak tunggal yang terhinakan. Budak yang di paksa untuk melayani nafsu bejat kelompok tertentu. Padahal jika mereka di tanya akan muncul bentuk pengakuan yang menyatakan bahwa mereka paham dan mengakui, apa yang sedang di lakukannya tidak benar dan tidak baik.    
Kemudian pemicu konflik yang ke dua adalah kebanyakan orang-orang itu cenderung mempercayai simbol-simbol agama. Mereka dalam beragama itu lebih banyak cenderung pada keimanan yang saklet pada simbol-simbol agama. Kita tahu bahwa simbol-simbol itu memang penting dalam beragama. Dan setiap agama pasti di warnai oleh simbol-simbol. Simbol itulah yang membedakan antara agama yang satu dengan yang lain. Ciri ini dapat mempermudah pemeluknya dalam memperbedakan antara agama yang dia peluk dengan agama yang tidak di peluknya. Karena bagaimanapun jika simbol itu tidak ada maka bagaimanakah seorang itu mengenali agamnya. Jadi kalau memang demikian adanya, memang agama itu juga membutuhkan simbol-simbol.
Namun perlu di luruskan kembali  bahwa simbol agama bukanlah merupakan  seratus persen dari subtansi dari agama itu sendiri. Jika memang sorang pemeluk agama itu terlalu hanyut ke dalam simbol keagamaan yang di anutnya, maka boleh di katakan kalau orang itu belum memilki besic keagamaan yang sesungguhnya. Dia masih beragama secara dangkal. Sehingga muatan keagamaan yang ada dalam lini kehudupan itu masih sebatas keberagamaan yang kekanak-kanakan. Sehingga subtansi keagamaan masih jauh dengan apa yang di harapkan.
Oleh karena itu sebagai manusia yang beragama hendaknya harus mampu dalam mengaktualisasikan esensi setiap ajarnya agamanya masing-masing. Entah itu dia pemeluk  agama hindu, budha, katolik, kristen, dan islam maupun agama-agama yang lain harus mencerminkan sikap baik di kehidupan bermasyarakat. Jangan sampai ajaran-ajaran tersebut di tafsirkan secara mentah. Tidak mungkin ajaran suatu agama tertentu itu menyalahi kebutuhan hidup manusia di muka bumi ini. Sehingga tidak jarang penafsiran yang mentah di dalam agam dapat memunculkan konflik.
Dalam konteks keagamaan Konflik itu ada kalanya berupa konflik internal maupun eksternal. Konflik internal sudah barang tentu merupakan konflik yang di timbulkan oleh ketidak serasian tertentu dalam satu agama. Sedangkan konflik eksternal ialah konflik yang muncul akibat tidak adanya kesepakatan dalam hal tetentudalam ranah antar lintas agama.
Selanjutnya jika suatu perdebatan ini menggejala sampai tahap di mana perdebatan itu tidak  dapat terselesaikan, maka salah satu jalan keluarnya adalah mengembalikan fungsi manusia beragam ini sebagai mana mestinya. Di dalam islam manusia di sebut oleh tuhannya sebagai holifah sekaligus abdun. Dari konteks kebahasaan, dua term itu di ambil dari bahasa arab.
Term pertama, manusia sebagai kholifah (wakil tuhan di muka bumi). Pada term ini manusia tidak lain dan tidak bukan adalah wakil tuhan secara fungsional. Mereka semua adalah wakil tuhan di dunia ini. Tidak ada pembedaan suatu kepercayaan tertentu yang mendiskret pada siapapun. Kalau demikan berarti semua manusia, siapapun itu hendaknya dapat membumikan sifat-sifat tuhan. Entah itu dapat berupa sifat untuk saling menghargai, mencintai, menjaga kedamaian dan keslamatan, memakmurkan bumi dan lain sebagainya. Meskipun pada tataran keagamaan term ini kemunculanya memang berasal dari  islam. Namun secara makro term ini memang di tujukan bagi setiap insan di muka bumi.
Sehingga pesan keagamaan yang berasal dari tuhan dapat disebar luaskan. Dapat di rasakan efek positifnya sebagai manifestasi yang di junjung tinggi oleh siapapun yang menginginkan perdamaian.
Term yang kedua, manusia sebagai hamba tuhan , abdi, kawula dalam bahas jawa. Term ini memilki maksud, manusia sebagai hamba tuhan , abdi, kawula agar manusia dapat mematuhi segala aturan yang telah di tetapkan oleh tuhan. Baik yang datang itu berupa perintah atau larangan.
Jika impian mereka ingin mendapatkan ketentraman hidup sudah sewajarnya perintah dan larangan tuhan harus di indahkan sebagaimana mestinya. Tuhan pasti memilki pengetahuan di atas segala-galanya atas apa yang di perintahkan maupun yang di larang.
Apabila tuhan mengintruksikan sesuatu pasti tuhan tahu apa hikmah di balik perintah tersebut. Tidak mungkin tuhan yang nota benenya sebagai sesembahan manusia berniat untuk membodohi, mencelakai, menjerumuskan mereka ke dalam lembah kehancuran. Memang jika di lihat secara dangkal sebuah perintah, apapun itu bentuk dan jenisnya pasti sangat berat di laksanakan. Kecuali mereka yang memilki kejernihan berfikir. Dapat memahami apa sesungguhnya perintah itu. Mengapa perintah itu harus di lakukan. Apa tujuan tuhan berfirman demikian bagi sekalian mmanusia. Karena memang secara subtansi, manusia itu memilki kontruksi atau elemen tertentu yang bersifat menolak. Elemen yang berusahja ingin selalu terlepas dari setiap hukum. Dia ingin bebas tanpa ada batas yang mengekang kebebasan ini. Tidak lain dan tidak bukan elemen ini adalah hawa nafsu. Unsur dimonan manusia yang tak perlu di usahakan oleh manusia . Jika mereka membiarkan nafsu amaarah ini menguasai jiwanya pasti mereka mempunyai kecenderungan melakukan perbuatan yang negative. Perbuatan yang mengganggu stabilitas sosial, politik, hukum, budaya, maupun lini kehidupan yang lain. Sehingga jika kebiasaan ini terus di lakukan mereka pasti mereka akan rugi sendiri, baik kehidupan dunia maupun kehidupan kelak.
Namun pertanyaannya kenapa manusia harus di batasi. Pada hal bila di Lihat   Secara kedudukan mereka lebih cerdas dari makluk yang lain.
Bukannya sebuah larangan itu membatasi mereka untuk berekspresi, kreatif, berkembang, dan pembatasan yang lain,  namun justru dengan adanya larangan mereka harus dapat berfikir.  Mereka harus dapat mencermati apa sesungguhnya   titik jawaban di balik maksud dan tujuan tuhan menyatakan demikian.
Dengan dua acuan pokok di atas yakni  penempatan agama secara proporsional, ataupun dua term manusia sebagai kholifah dan abdun, dapat memungkinkan cita-cita manusia untuk berprikehidupan dengan  baik akan dapat terwujud. Agama akan menjadi alat penyelamat sedangkan manusia adalah subjek yang memotorinya. Jika agama di perlalkukan dengan baik, niscaya akan berbuah baik, begitupun sebaliknya. Selanjutnya peran manusia sebagai makhluk tuhan hendaknya dapat mengisi kehidupan dunia ini dengan sebaik-baiknya. Jika mereka mempunyai dua fungsi sebagai kolifah maka, kedudukan ini harus di manfaatkan dan di perlakukan dengan bijak dan  penuh tanggungjawab. Tidak malah di selewengkan demi memenuhi nafsu hidup yang merugikan khalayak. Sebaliknya jika mereka berkedudukan sebagai seorang abdun, sebagai seorang hamba sudah seharusnya mereka dapat mematuhi setiap aturan main yang mereka terima dari tuhan.  Oleh karena itu singkatnya mereka harus mampu menempatkan agama dengan selayaknya dan memaksimalkan fungsi mereka sebagai mahluk yang mulia dengan mematuhi segala perintah tuhan dan meninggalkan larangannya.
Oleh: @Fauzin El-Banjari
Mahasiswa semester tiga prodi PGMI fakultas tarbiyah  IAIN Walisongo Semarang
  



Memulai pendakian menggapai sarjana

Persiapan ujian nasional
Pada masa sekolah di bangku SMA sederajat momen yang terbesar dalam penentu sukses tidaknya siswa adalah ujian nasional. Karena keluylusan anak didik seratus persen di tentukan oleh nilai ujian. Memang penilaian kelulusan sedikit banyak bergantung pada hasil kognitif siswa. Apabila nilai matapelajaran ujian memenuhi standar maka di jamin dapat lulus. Namun jika tenyata hasil nilai ujian di bawah sandar, dalam arti belum memenuhi acuan dasar kelulusan yang di syaratkan oleh dinas pendidikan, maka kelulusan hanyalah menjadi isapan jempol belaka.
Tidak hanya itu imege masyarakat pada saat ini tentang ujian nasional juga kurang baik. Ujian nasional yang selama ini berkutat pada kompetensi kognitif di anggap masih belum dapat di jadikan pijakan menentukan lulus tidaknya seorang siswa. Karena bagaimanapun kecerdasan itu tidak hanya terkusus pada penguasaan kecerdasan intelektual saja.
Dari permasalahan ini, Mungkin masyarakat sekarang menginginkan adanya kejelian pihak pengelola pendidikan agar lebih objektif dalam menentukan kelulusan. Dengan kata lain mereka menginginkan adanya perubahan yang komprehensif dalam tubuh dunia pendidikan pada saat ini dan masa yang akan datang. Karena permasalahan kecerdasan sekarang ini telah di ketahui bahwa kecerdasan itu beragam jenisnya. Ada kecerdasan musikalisasi, matematika, olahraga, visual spasial, natural atau alam, interpersonal, idan intrapersonal. Sehingga harapan mereka tentang kelulusan adalah pertimbangan kelulusan nilai ujian secara ideal. Tidak hanya mementingkan satu kecerdasan tertentu yang pada dasarnya bukan merupakan keputusan yang ideal.
Meskipun masyarakat sebenarnya mengharapkan adanya perubahan pada format penilaian kelulusan namun kenyataanya pemerintah dan lembaga pendidikan yang di naunginya belum dapat memenuhi aspirasi yang demikian. Sehingga di berbagai tempat, pihak sekolah jungkir balik memikirkan anak didiknya aga dapat lulus. Pihak sekolah dalam hal ini seolah menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam menentukan lulus tidaknya siswa ke depan.
Apabila lembaga sekolah ini kurang baik dalam mengelola proses belajar mengajar maka akibatnya sangat fatal. Sehingga untuk menanggulangi kejadian yang tidak di inginkan di dalam ujian nasional, terpaksa segala hal yang dapat memuluskan jalannya kelulusan peserta didik di tempuh. Oleh karena itu banyak sekolah yang mengadakan gebrakan menyongsong adanya ujian ini. Gebrakan tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah di peruntukan bagi seluruh anak didik yang sebentar lagi akan melaksanakan ujian nasional. Sekolah mulai menggarap proyek gebrakan besar dalam menghadapi ujian tersebut.
Gebrakan yang di maksud antar lain adalah kegiatan-kegiatan yang menjadi stimulasi kelulusan dapat berjalan dengan lancar. Mulai dari gebrakan dari tambahan jam pelajaran, peningkatan mutu pengajar yang kompeten, memformat desai pembelajaran efektif, pematangan siswa dalam penguasaan materi ujian sampai dengan menggelar acara doa bersama.
Venomena inilah yang sering kita temui di berbagai lembaga pendidikan ataupun sekolahan. Para dewan guru pun tidak luput dari kerja ekstra. Anak-anak membutuhkan tambahan jam pelajaran. Sehingga dari pagi sampai malam muatan pelajaran yang di ujiankan seolah menjadi buronan yang selalu di kejar-kejar.
Dengan persiapan yang demikian,  rupanya pihak sekolah tidak mau mendapat cap sekolah yang gagal. Atau di identikan sebagai sekolah yang tidak dapat membawa anak didiknya mendapatkan tulisan’ Lulus ujian’ dari departemen atau kementrian pendidikan.  Oleh karena itu  meskipun dalam proses pembelajaran dan penyampaian materi pelajaran di warnai dengan susah payah, namun tekat dan komitmen untuk menjadi sekolah yang berhasil harus di perjuangkan. Dengan demikian mereka berharap kualitas lulusan tidak mengecewakan. Entah dari segi kuantitas ataupun dari segi kualitas kelulusan. Maka harapan dari jerih payah tersebut mereka dapat meluluskan seratus persen anak didiknya. Mengingat memang tugas ini sebagai sebuah amanah sekaligus tantangan
Waktu ujian memang belum belum di mulai. Hari ujian pun masih sekitar satu minggu atau lebih dari itu. Tiga hari penting penentu bagi anak-anak didik tertua di lembaga tersebut selalu menjadi perbincangan publik. Siapapun yang tidak berhasil dalam proses ujian berarti harus siap segala resikonya. Beban yang harus di pikul, baik beban pikiran atau beban kejiwaan. Dan ini artinya anak didik belum sampai pada moment sakral ujian nasional. Namun pemandangan di berbagai sekolah tampak lain. Sekolah-sekolah ternyata telah mendapatkan publikasi dalam bentuk surat pemberitahuan, ataupun kunjungan langsung tim sukses perguruan tinggi dari berbagai tempat.  Bahkan ada pula perguruan tinggi tertentu yang sudah menjalin kerjasama. Ada beberapa perguruan tinggi yang jauh-jauh hari berusaha mempromosikan kampusnya. Mengharapkan kampusnya dapat di kenal khalayak lewat publikasi yang mereka sampaikan. Karena apabila publikasi ini berhasil, jalan untuk mendapatkan langganan mahasiswa terbuka lebar. Dan dari perguruan tinggi favorit pastinya akan mendapatkan investasi besar di kemudian hari dengan menggaet jumlah mahasiswa sebesar-besarnya.
Antara perguruan tinggi yang satu dengan yang lainnya tak mau kalah. Selama mereka mempromosikan kampusnya semua sisi baik perguruan tinggi di agung-agungkan. Semua di lakukan tidak lain adalah  demi mendapatkan calon mahasiswa baru. Sehingga banyak siswa yang kebingungan memilih mana perguruan tinggi yang akan mereka ambil.  
Tren visi, misi, prospek pekerjaan yang menjanjikan selalu di jadikan senjata pamungkas. Dengan tren inilah promosi yang di gerakan dapat merasuk di dalam pikiran mereka. Beberapa contoh strategi yang di seluncurkan di berbagai sekolah diantaranya adalah dengan menawarkan fakultas-fakultas yang menarik minat mereka. Ada sebagian yang menawarkan fakultas pendidikan, dengan iming-iming bahwa prospek kebutuhan guru di tahun-tahun ke depan bagus. Banyak guru atau calon pendidik yang pensiun. sehingga  Sebagian gerbang pintu menjadi tenaga didik banyak peluang. Karena di dasarkan pada status, fungsi, peran dan kedudukan yang sangat strategis untuk mencerdaskan dan meningkatkan kualitas manusia atau suberdaya manusia. Status yang strategis tersebut menjadikan seorang guru patut di beri jaminan penghasilan di atas kebutuhan minimun dan kesejahteraan sosial baik guru negri atau swasta.  
 Dari kesekian banyak perguruan tinggi yang berkeliling setidaknya mereka menawarkan testimoni tentang hal-hal yang dapat menggaet minat publik untuk daftar di kampusnya. Antara  prospek cerah, mutu, kebutuhan dunia kerja, dosen kompeten, fasilitas-fasilitas, status akreditasi jurusan maupun kualitas alumni yang selalu di jadikan komoditas utama. Inilah tawaran-tawaran pruduk perguruan tinggi yang begitu menjajikan. Selama itulah pikiran dan pertimbangan secara arif harus di buka. Terutama para objek pendidikan dalam hal ini para orang tua wali murid dan peserta didik yang akan masuk perguruan tinggi. Sehingga  tidak mengecewakan di kemudian hari. Karena antara harapan dan kenyataan di lapngan tidak sesuai.
 Permisalan serupa juga dapat di temui pada seperti jurusan psiko terapi. Meskipun pada saat ini pada jurusan ini statusnya masih sedikit peminatnya namun jurusan ini tidak mau kalah dan berusaha dapat mendapat perhatian. Dengan menggambarkan keadaan kebanyakan orang di zaman sekarang, setidaknya jurusan tersebut mendapatkan lahan bidikan. Di antara bidikan jurusan ini adalah orang-orang yang sedang terganggu kejiwaannya karena banyak masalah. Entah itu pribadi, karir, keuangan, masalah politik, krisis keyakianan yang ujung-ujungnya dapat mengganggu kejiwaan seseorang yang berakibat fatal.  
Dengan  gambaran prosentase tingkat goncangan psikologi  yang begitu banyak maka sudah pasti membutuhkan penanganan secara cepat dan tepat. Tidak sembarangan orang dapat mengetahui seluk beluk dunia kejiwaan kecuali mereka yang belajar ilmu kejiwaan pula. Jalan untuk dapat menanggulangi gangguan kejiwaan yang demikian adalah dengan tes psiko terapi.  Praktis tenaga ahli dan para pakar yang kompeten pada permasalahan penangan psikoterapi sangat di butuhkan di dunia kerja.
Ujian nasional memang sangat di tunggu tunggu, namun juga menjadi sesuatau yang di takuti di mata anak-anak kelas dua belas. Jika ujian nasional di katakan sebagai sebuah moment yang di tuinggu-tunggu karena dengan ujian nasional para siswa dapat mengetahui seberapa jauh tingkat keberhasilan mereka dalam menjalani pembelajaran selama tiga tahun itu. Apabila keikutsertaan mereka dalam ujian nasional dapat lulus, berarti ini alamat keberhasilan. Namun apabila kinginan lulus itu tidak terwujud, maka indikator ketidak berhasilan mereka belum tercapai. Sekali lulus, pasti warna kegembiraan akan muncul di wajah mereka. Baik diri sendiri, orang tua, bapak ibu guru dan masuarakat akan menyambut baik hasil kewlulusan itu. Sehingga setelah itu mereka dapat melanjutkan jenjang pendidikan selanjutnya, yakni memasuki dunia kuliyah. Selain itu kalaupun toh mereka tidak melanjutkan sekolah lagi, hasil ujian nasional akan dapat di jadikan modal awal melamar pekerjaan. Mereka tidak perlu repot mengulang kembali proses belajar selama satu tahun. Sehingga usaha selama tiga tahun lamanya itu tidak terbuang sia-sia. Inilah pandangan yang mengatakan, unjian nasional sebagai kesempatan berlian yang di tunggu-tunggu.
Namun ujian nasional di pandang sebagai pantangan, mengingat standar kelulusan tiap tahun bertambah. Pemerintah mewajibkan mereka dengan tuntutan berupa keharusan mendapatkan standar minimum nilai jika menginginkan kelulusan. Belum lagi persiapan ujian yang sangat lama dapat menghabiskan tenaga dan pikiran. Tidak lulus ujian berarti harus siap dengan kesibukan melayani pelajaran ujian selama setahun. Di tambah lagi beban psikis dan mental apabila mereka tidak lulus ujian.
Persiapan kuliyah
Beda kepala, beda situasi maka beda pula keinginan. Setelah di nyatakan lulus ujian nasional, biasanya seorang siswa akan bertanya. Entah pertanyaan itu di tujukan kepada orang tua, teman pribadi atau teman yang sudah masuk perguruan tinggi.
Banyak pertanyaan bergelantung di dalam pikiran yang butuh jawaban. Sontak pertanyaan dari dalam hati saling berdebat tak karuan . Sehingga  apa yang di pikirkan menuntut sebuah jawaban. Pertanyaan tersebut berimajinasi, menyisiri sudut-sudut ruang jawaban. Memaksa kata hati berupaya mencari jawabannya. Dan kebanyakan pertanyaan demi pertanyaan berujung pada masalah karir dan prospek masa depan.
Apa yang harus saya lakukan setelah lulus. Itulah kiranya pertanyaan lama yang selalu hadir di benak anak didik setelah menenteng ijazah kelulusan. Antara satu dengan yang lain saling bertanya masalah masa depan. Apakah ingin melanjutkan kuliyah atau tidak. Ada yang berkeinginan untuk kuliyah. Karena mungkin dari pihak orangtua menghendaki, ada dana, minat pribadi kuat, dan memang belum ada keinginan untuk bekerja.  Ada pula setelah lulus ujian berkeinginan  melamar pekerjaan. Mengingat segala sesuatunya tidak di mungkinkan lagi pendidikan tinggi itu di terurkan. Ada pula yang malah ingin menjalani bahtra rumah tangga. Karena memandang dari sudut usia atau desakan hasrat untuk itu tidak bisa di tunda-tunda lagi.
 Semuanya telah mengambil sebuah keputusan dalam memandang masa depan mereka masing-masing. Itulah keputusan yang mereka ambil dan harus di jalani mereka setelah di nyatakan lulus. Sehingga dengan keputusan ini dan itu, pastinya segala akibat dan resiko di kemudian hari adalah tanggung jawab yang tidak bisa di tawar-tawar lagi.
Dari pandangan kebanyakan orang pada saat ini fakta menyatakan bahwa zaman sekarang apabila seorang siswa setelah lulus sekolah dapat meneruskan di perguruan tinggi berarti dia termasuk orang-orang yang sangat beruntung. Mengingat mahalnya biaya kuliyah, himpitan ekonomi yang semakin sulit, dan akses pendidikan yang belum sepenuhnya dapat di nikmati rakyat di segala level. Sering terjadi kasus di lapangan proses negosiasi saat masuk perguruan tinggi. Dengan persyaratan  yang begitu rumit mengakibatkan hanya mereka orang beruang saja yang mampu mengenyam pendidikan tinggi berkualitas. Sehingga pendidikan formal yang demikian terkesan  sulit di capai oleh mereka yang status ekonominya pas-pasan, apalagi yang di bawah standar.
  Jika demikian berarti diri ini harus siap dengan berbagai resiko masuk perguruan tinggi. Terutama masalah pembiayaan oprasional setiap waktu yang telah di tentukan dan biaya hidup selama kuliyah. Semua itu tak mungkin di bayar kecuali dengan uang. Sedangkan zaman sekarang cari uang itu sulitnya bukan main. Sehingga harus di tanamkan dalam benak para calon mahasiswa bahwa kuliyah itu tidaklah hal main-main belaka. Mereka harus  tahu dan sadar akan pentingnya kesungguhan dalam mengemban amanat dan tanggung jawab mereka sebagai kaum terpelajar. Segala sesuatunya harus di persiapkan sejak dini. Supaya jerih payah orang tua baik moril materiil tidak tersia-siakan. Dalam arti agar ada keseimbangan hasil yang di peroleh di kemudian hari antara besarnya jerih payah orang tua terutama pembiayaan di sandingkan dengan sejauh mana out putnya kelulusan.  
Permasalahannya adalah apabila ada seorang siswa yang  meneruskan kuliyahnya namun pertama kali benak pikiran mereka sudah terisi oleh nuansa tertentu yang kurang positif. Hiruk priuk anak muda sekarang menjurus pada romantisme dunia perkuliyahan. Wajar memang berbicara tentang romantisme tak dapat lepas dari dunia remaja. Dan itu sah-sah saja. Namun harus di waspadai virus-virus ajaran yang kurang baik perlu di hindari.  
Oleh karena itu ketika seorang siswa ingin melanjutkan kuliyah, kebanyakan memikirkan tentang soal kampus seperti di sinetron layar llebar. Nuansa romantisme mereka tercermin pada sebuah anggapan bahwa kuliyah itu seperti literatur senetron cinta di TV. Kalau di TV anak kuliyahan pada menenteng pacar, gonta ganti baju, belanja di mall, mungkin mereka pun beranggapan demikian. Jika memang itu yang ada di benak mereka maka tidak di ragukan lagi kuliyah merupakan tempat persinggahan belaka. Kuliyah bukan merupakan bentuk tanggungjawab atau amanah orang tua yang harus di jalankan dengan sebaik-baiknya. Inilah bahaya yang akan melanda.
Memang hipnotis media sudah sangat sulit untuk di bendung lagi. Mereka pasti tidak ingin di katakan katrok, kampungan, ndeso ketika berada di kampus pada kususnya dan di kota pada umumnya. Meskipun orang desa harus terlihat gaul, matre, cuull dan embel-embel bahasa kekinian yang lain. Pastinya dengan kepindahan mereka ke perguruan tinggi, hidup di perkotaan maka harus ada perubahan. Terutama penampilan fisik ini biar tambah keren. Dengan penampilan fisik yang oke, maka mereka tidak menjadi bahan korban omongan jelek, tak  di beri label jadul, dan ketinggalan zaman pastinya.
Mahsiswa baru memang  kebanyakan perpikiran demikian. Setidaknya mereka akan berpikir kampus itu sebuah kesempatan asik untuk lari dari pengawasan orang tua. Sehingga bebas bertingkah karena tidak ada inteljen yang berpatroli mengawasi gerak-gerik mereka setiap saat.
Ada pula mereka berpikiran bahwa di dalam kampus itu i mahasiswanya pinter pintar dengan jenjang pendidkan yang sedang di jalaninya. Perguruan tinggi mengisyaratkan tingginya intelektualitas manusia di dalamnya. Karena ketika ada sebuah informasi dari salah satu media mengindikasikan bahwa mahasiswa itu adalah seorang terpelajar yang memilki segudang iltelektualias. Sementara itu dalam sejarah manusia orang pintar itu atau orang berhasil adalah mereka yang mau berusaha untuk bisa menjadi yang terbaik dengan kesungguhan dan ketekunan. 
Sehingga dari sinilah seorang calon mahasiswa  harus berpikir jernih bahwa setiap keberhasilan itu bergantung pada usaha yang di lakukan. Untuk menjadi pintar tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Seorang mahasiswa harus berusaha memperkaya khasanah keilmuan dengan berbagai jalan yang memang jalan tersebut dapat menghantarkan mereka pada cita-cita. Maka dari itu segala keberhasilan itu kembali pada diri masing-masing. Apabila cita-cita ingin menjadi seorang mahasiswa yang kompeten di bidangnya maka usahakanlah impian lurur tersebut dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu bagi siapapun yang belum tahu tentang dunia kampus terutama calon mahasiswa ketahutilah, kompetensi dari output seorang sarjana itu berbeda-beda. Jangan sampai berpikiran dangakan menyimak tentang perkuliyahan dan isi-isinya.  Padahal kenyataan di lapangan tidak demikian
Pikiran-pikiran positif inilah yang harus tertanam di benak setiap mahasiswa. Baik itu calon mahasiswa, mahasiswa baru ataupun mahasiswa lama.  Sehingga bukan pikiran pragmatis, hendonis saja yang memenuhi perjalanan mereka dalam mengarungi dinamika pendidikan di kampus mereka masing-masing . muatan positif seperti inilah yang kemudian harus di jadikan pegangan mereka selama di dunia kampus jika menginginkan keberhasilan tercapai.
Akhirnya hal yang terpenting adalah siapkan diri ini untuk menata masa depan yang lebih baik.  Pertanyaan yang harus terbias dalam jiwa mereka adalah Bagaimana caranya menjadi seorang mahasiswa yang ideal. Karena pertanyaan seperti ini sudah jarang di temui di kalangan mereka. Apabila pertanyaan ini tidak di pikirkan dengan jawaban dan pelaksanaan yang sebaik-baiknya maka masadepan untuk menjadi sajrana yang baik tak mungkin tercapai. Masa depan mereka akan hancur. Ijazah hanyalah sebuah kertas yang di ragukan subtansinya.  
Oleh karena itu usaha memulai  pendakian menggapai sarjana berkualitas dengan kesungguhan memasuki  gerbang perkuliyahan adalah hutang yang menjadi amanah bagi setiap civitas akademika sejak awal memasuki perguruan tingggi sampai prosesi penobatan gelar sarjana. 
Kesadaran masa depan mereka merupakan kesadaran mereka membangun bangsa. Karena masa depan bangsa tergantung pada kita semua sebagai warga negara pada umumnya dan tanggung tanggung jawab para kaum terpelajar pada kususnya. Sehingga langkah perjalanan negara  ini menuntut kesungguhan mereka dalam menajalani proses pendidikan tingkat tinggi tersebut.  Jika tidak demikian maka dapat di pastikan kaum berpedidikan di negara ini kualitasnya rendah. Sehingga  akan berakibat fatal, karena memang tujuan adanya pendidikan tinggi adalah mencetak kaum terpelajar yang berkualitas dengan adanya  mutu kesarjanaan yang mumpuni di bidangnya masing-masingl.

Aku belajar
 Oleh : @fauzin el-banjari
Mahasiswa semester tiga prodi PGMI fakultas tarbiyah  IAIN Walisongo Semarang




Sabtu, 15 Januari 2011

BUKAN S1/S2/S3 TAPI HANYA PAKET C

Malam itu, tepatnya tanggal 21 desember datang seseorang yang sedang berlari dari pinggir jalan di depan kosku dengan menuntun sepeda.  Meskipun dia lari dan berusaha secepat mungkin menghindar dari jutaan tetes hujan, tetap saja tubuhnya basah kuyub karena derasnya jatuhan air hujan. Memang hujan yang telah turun sejak pukul 18.00 WIB, namun kali ini dia murung tak mau mereda, sehingga saat waktu memasuki sholat  isya’ ternyata hujan juga belum usai.

Sejenak aku perhatikan orang tersebut. Dia seolah linglung, bersandar di samping tembok kosku yang agak usang karena catnya sudah lapuk di pangan oleh senja. Entah apa gerangan yang di pikirkannya di tempat aku biasa menginap di malam hari ini.

Maaf mas boleh numpang tanya?’ Sontak dia bertanya padaku.

Tetesan air dari rambutnya selalu bergantian. Satu menetes yang satunya lagi antri menunggu giliran dari panggilan gaya gravitasi bumi

Ia pak ada yang bisa saya bantu ?’ Jawabku penuh antusias menawarkan bantuan kepadanya.

Wajar saja, ketika aku melihat gerak gerik dirinya sepertinya dia orang baru, orang asing yang baru masuk di lingkungan tempat kosku.
Dengan wajah penuh cemas dan agak gugup dia berusaha merogoh sesuatu dari dalam tas kecil yang di bawanya yang sudah sobek bagian atasnya.

‘ Ini mas saya dari desa, ingin menanyakan alamat ini !’

Tanganku julurkan pada kertas kecil yang di tarik dari tas itu. Sambil menggigil dan gemetar dia berusaha menahan rasa dinginnya hujan di malam itu. Mulutnya bergerak dengan bergetar seperti mesin diesel saat di nyalakan membuat aku merasa kasihan.

Oooooo ..! ini ,i ya itu rumahnya pak irsyad di blok K9. Dia seorang pengajar  sekolah kejar paket lembaga bina insan daerah sini koki’.

Aku berusaha menjelaskan rute alamat pak irsyad. Pak irsyad selain mengajar di sekolah non formal, kejar paket juga mengajar ngaji. Biasanya anak-anak TPQ setelah asyar menimba ilmu padanya. Sehingga pak rusdi lumayan terkenal di sekitar daerah sini.  

Aku lalu menanyakan apa maksud dan tujuan orang itu mencari bapak irsyad. Seketika dia berujar , menceritakan maksud dan tujuannya kepadaku apa adanya.

Ini mas, sayakan dulu tidak sempat sekolah SMP. Bukannya tidak mau, tapi memang emak saya dulu tidak punya biaya untuk menyekolahkan saya. Adikku tiga, semuanya perempuan. Jadi aku yang mengurusi mereka. Kalau akau tidak membantu ibu, ya siapa lagi. Bapak sudah meninggal dua tahun yang lalu saat akau baru saja lulus SD. Lalu saya kemari ingin menimba ilmu mas.

Akupun menanyakan maksud perkataan yang di ucapkan kepadaku tadi. Aku heran saja, masak dia yang sudah berwajah bapak-bapak itu mau belajar meneruskan pendidikan kejar paket di sini. Apa lagi jarak rumahnya dengan sekolah kejar paket di sini sangat jauh.

Ternyata dugaanku benar!. Dia berangkat dari rumah karena memenuhi kewajibannya sebagai seorang pelajar di sekolah paket C dekat kosku. Sekali lagi, dia hanyalah seorang pelajar bukan mahasiswa atau bahkan sarjana yang bertitel. Apalagi bertumpuk S-nya, sampai S3. Sebelumnya dia juga menyatakan kalau di kesini hanya dengan bermodalkan nekat, tekat, dan kuatnya hati mengarungi perjalanan yang berkilo-kilo itu.

Dari cerita di atas, seorang bapak yang sudah bekeluarga, memilki tanggungan yang tidak ringan rela meluangkan waktunya untuk meneruskan pendidikan yang sudah terputus bertahun-tahun.

Cerita di atas membuat kita prihatin. Prihatin terhadap bapak tadi sekaligus harus juga kita prihatin akan diri kita sendiri. Prihatin akan kedudukan kita sebagai mahasiswa. Apa yang menjadi amanah sakral dari rumah harus tetap di perjuangkan dan di laksanakan sebaik-baiknya. Jangan sampai ortu di rumah kecewa melihat anak semata wayang tidak bertanggung jawab terhadap perkuliyahannya. Jika seseorang yang ingin belajar pendidikan kesetaraan saja memilki semangat hebat, mengapa kita tidak.

Soooooo ..! Yakinlah Agar Usaha Tetap Sampai. Yakusa.

By : Fauzin  El-Banjari TARBIYAH PGMI09 Sang Penikmat karya

Terpaksa hanya puntung rokok

SUASANA TAHANAN

Setelah kejadian itu aku menjadi sadar, kudu ingat kepada sang pencipta, eling marang jabatan dan tanggung jawabnya,kudu ngerti marang negoro kepriye Seharuse aku dadi pak lurah!” kata seorang penghuni tahanan meluapkan keluh kesahnya.

Yaaa!pak Rusman namanya. Orang nomor satu di desa Nabang itu mengiba. Merasa berat terhadap hukuman yang di jalaninya.
Memang kejadiannya sudah setahun lebih lamanya, sedangkan hukuman yang di jalaninya masih belasan tahun lamanya, sehingga dalam hati kecilnya kejadian itu membuatnya hancur segalanya.

“Kapan saya bisa kembali ke keluarga yaaaa.! Kenapa hidupku ini hancur.kenapa mereka semua meninggalkanku. Tak mau menjenguku atau mengurusku.  Kenapa itu harus terjadi padaku?”

Rintihan ini semakin hari tak henti-hentinya keluar dari cerutu bibirnya. Memang paska hakim memvonisnya lima belas tahun penjara. Sedangkan permasalahan yang tidak kalah penting yang membuat hidup pak rusman tak jelas adalah karena keluarganya tak mau mengakuinya sebagai bagian dari keluarga. Korupsi yang di lakukan sang ayah telah mengubur keberadaan keluarga. Rasa malu dan rasa bersalah pada seluruh rakyat yang di pimpin sang ayah membuat keluarga itu harus memikul pilu tak berkesudahan.

Tak di duga dia telah membohongi keluarganya selama ini. Pihak keluarga tidak tahu kalau sang ayah telah melakukan perbuatan hina itu. Sehingga mengantarkannya ke ruangan dingin tak berkasur. Kamar yang di takuti semua orang kecuali hanya orang yang tidak normal. Ya.. kamar tahanan.

Tahukah engkau, kenapa dia di dalam kamar ini?. Ya, apa lagi kalau bukan karena kasus korupsi. Kasus tersebut menjadikannya hidup di dalam tempurung ruang hampa.  Balasan penjara yang di tanggungnya telah membuatnya hancur. Dia merasa sangat tersiksa, karena tempat itu membuangnya di tempat penyiksaan fisik dan batin.

Akibat ulahnya, rasa malu tak bisa terelakan karena menyinggung masalah hargai diri orang-orang sekeluarga. Kehidupan menjadi sepah tanpa arti.
Di dalam kepengapan dia tak sendirian. Ada satu teman tahanan lain satu kamar yang harus mempertanggungjawaban hukuman serupa.

Rekan satu tahun yang lebih lama dari pak rusman juga ada di dalam satu kamar. Dia terkena kasus pencurian bank BCA di jakarta selatan. Kasusnya memang tidak terekspos media. Karena memang kejadian itu berpas-pasan dengan kasus korupsi besar, kasus Bank century.

Bung toni, kebanyakan kamar sebelah menyebutnya. Sepintas terlihat dari mimik wajahnya mengindikasikan, dia bekas preman kakap. Brandalan edan yang berkeliaran yang tak henti-hentinya mencari mangsa.
Karirnya mandeg di saat dia mencoba membobol kotak isi uang bank BCA. Namun memang takdir telah mengantarkan bung toni ke dunia yang berbeda. Sekarang dia harus mempertanggung jawankan aksi pencurian itu di belakang jeruji sel tahanan.

Ruangan itu pengap. Ventilasi dan sirkulasi udara di dalam ruangan itu memang ala kadarnya. Namanya saja Rutan rumah tahanan ya begini. Tidak ada menu special. Makan tiap hari itu-itu terus. Tidak ada refresing,tak ada hiburan.

Oh indahnya jika akau dapat bertemu keluarga, hidup di samping mereka. Merasakan kebahagiaan seperti layaknya kebanyakan orang. Kenapa makanan selalu ini terus pak?”.

Pertanyaan dan nada sekata dengan rintihan terus saja berujar dari logatan lidah tahanan ini. Di ulanginya lagi suara bising itu.

Pak pilisi tolonglah aku! Aku ndak kuat hidup begini!”

Penjaga tahanan tak menolehkan sedikitpun mukanya. Meskipun pak rusman meronta ronta seperti itu karena bosan di kurungan, tak mungkin ada dispensasi bagi siapa saja yang telah berada di dalam penjara.  Nada memelas bukanlah urusan mereka. Suara bising seperti itu Sudah makanan sehari-hari.

Pak !!!!!!!” dia mengulangi panggilan itu untuk ke beberapa kali dengan  sekerasnya. Mencoba dan mencoba agar polisi datang padanya. Namun lagi-lagi skuriti tahanan tetap membisu.

Bung toni yang satu kamar tahanan muak sekali pada pak rusman. Telinganya terasa geli bila mendengar orang tua itu mengis. Melihat keluh kesah pak rusman yang sesama kamar dia benar-benar merasa bosan. Tiap kali mata terbuka ada saja nada rintihan pak rusman yang cengeng itu terdengar

Alah ribet amat sih orang ini. Pemandangan yang menjengkelkan! Lha sudah terlanjur basah masak di tangisi. Sok sedih lah. Bodoh amat pak tua ini.”Gumamnya di dalam hati. Sambil meneteng rokok di tangan.  Tak lama kemudian terdengar suara keras darinya.

“ Bang kau ini kenapa haaaa? Makan sudah makan.Bersyukur ada makanan gratis dari pak polisi. Yang penting hidup itu nggak usah ribet. Ada apa pak tua? Haaa ?? mau bebas dari sini? Kamu ingat keluarga ? mending kau itu. Diamlah kau bung! Cengeng banget kamu ini. Kayak anak baru lahir saja. Lihat kamu itu sudah tua tidak usah cengenglah. Paling-paling kalau mati juga tidak ada yang peduli
‘Kapan bahagianya kalaukau cengeng, paooook kayak  gin, nangis kaya bayii. ”.

Memang ada benernya juga orang ini. Bila di telusuri, persepsi bung toni itu tidak salah, tapi juga tak seratus persen benar . Dalam menyikapi perheletan hidup ini, kebanyakan mereka menilai bahwa bahagia itu jika memilki harta berlimpah, makan yang enak-enak,rumah mewah tersedia, istri cantik, dompet tebal dan lain sebagainya. akan tetapi dia menafsirkan bahwa hidup bahagia itu yang penting suasana hati. Bila hati gelisah terus, tak merasa cukup maka tak mungkin bahagia.
Tak lama kemudian pak rusdi pun diam. Sepatah dua patah katapun tak keluar dari mulutnya.  Meski mulutnya tidak keluar kata kata, terlihat kalau sesenggukan terlihat jelah tersirat dalam raut muka orang tua itu

He bung hidup itu ibarat mainin kata. Kalau kau pilih kata indah maka hidup ini ikut berkata demikian. Tapi kalau kau buat kata sukar,  ya hidupmu takan bahagia”. Tandas bung toni mencoba ngomong. Mengingatkan pak rusdi agar bisa hidup apa adanya.

Kata-kata bung toni memang simpel, namun sulit sekali di terapkan. Jarang orang berkecukupan mengomentari kehidupan mereka demikian. Paling-paling setiap hari sering berkeluh. Membeberkan kekurangan ekonomi, hutang banyak, belanja telat, gajian tak cukup dan lain sebagainya.

Ucapan bung toni tak sekedar omong kosong. Kalau di simak secara mendalam ucapannya menandakan,dia memang tipe orang yang tidak cengeng. Bukan tipe orang yang selalu berkeluh kesah menghadapi kerasnya kehidupan. Dia merasa bahagia dengan apa yang ada di hadapanyya sekarang ini.

Meskipun berada di penjara rasa bahagia tak pudar dari hatinya. Dia menilai, lebih
baik di penjara setelah melakukan tindak kriminal dari pada para kriminal yang bebas berkeliaran. Seolah tidak punya salah pada sesamanya. Terutama sang pecundang bebuyutan KPK, sang koruptor dan saudaranya yang lain. Kalau mereka tidak tertangkap berarti semakin hari semakin menumpuk dosa. Mereka punya kesempatan menambah income harian dengan aksi korupsinya. Sungguh meprihatinkan negara ini.

Demikianlah pemikiran bung toni. Orang tidak akan bahagia jika selalu merasa kurang. Sudah punya sepeda motor bagus, ada saja kurangnya. Sehingga tidak menutup kemungkinan tindak kejahatan akan mengiringi rasa kemiskinan mereka sepanjang hari.

Suasana Desa
Keterpurukan telah melanda manusia paruh baya itu. Jenggotnya tak pernah di pangkas, apalagi di cukur rapi. Kejadian itu telah mengakibatkan jalan mulus menuju roma menjadi bencana.  Mulai dari kareir, wacana, keluarga, bahkan tentang masa depan yang sebetulnya masih perlu di bangunnya.

SEL(Ruang Jeruji tahanan) tempat ahir baginya, telah mengubur tuntas karier sepanjang masa. Misinya sebagai kepala desa yang ngayomi tak lagi menyelimuti statusnya sebagai kepala desa. Tak jarang warganya menjadi geram karena ulahnya mengoleksi nilai merah raport roda pemerintahan itu.
Korupsi itu tidak akan terjadi kalau wong nduwur(pejabat di segala jenjang dan tingkatanyang sembrono red”) ujar orang-orang yang pulang menyusuri jalan di persawahan.

Mereka pulang kerja sambil mengoreksi kualitas dan sinergisitas kinerja pejabat lurah desanya itu. Sambil menyusuri galeng( pembatas antar sawah yang di gunakan pula untuk jalanan) nuansa Agen Social Of Control telah membasahi warna kedemokrasian masyarakat setempat. Ternyata meskipun jenjang pendidikan rata-rata warga setempat di bawah standar, bisa di bilang esensi prinsip demokratisasi NKRI setidaknya berjalan dengan baik. Dan kalau di timbang-timbang, itu lebih baik dari pada mahasiswa sekarang yang keseringan dengan budaya hedonisme, pragmatisme. Kuliyah kupu-kupu.

Sementara itu di lain pihak tugas dosen sering terabaikan, berangkat telat, apsen nitip temen, copy paste, cengkreng(ngumpul bareng di parkiran atau tempat lain yang tidak ada esensi organisatoris, edukatif, atau akademisnya). Venomena semisal korupsi biarlah urusan mereka(pemerintah red). Memang sangat di sayangkan sekali, seorang terpelajar seperti mahasiswa hanya kritis dalam hal akdemis saja.

Kasus-kasus kemasyarakatan seolah menjadi dunia asing dalam dinamika akdemisi yang mereka jalani. Semoga saja mereka sadar, bahwa yang namanya urusan masyrakat takan terlepas dari fungsi dan peran kita. Kenapa ? kita kan mahluk sosial juga. Hidup di tengah-tengah komunitas dinamika sosial. Kalau benar saja kita nggak mau menengok sedidikitpun atas kasus korupsi dan anak-anak asuhnya, jelaslah kita telah berkhianat terhadap kehidupan kebermasyarakatan ini. Dzolim, jahat, jahil, penjilat dan kata-kata tak pantas yang seirama dengannya.

Ada pula warga yang mengungkapkan komentarnya akan penghianatan kepala desa itu setelah di tanya dengan berujar

“Haaaah, ngayomi? Itu ndak mungkin. Lha wong korupsi kok di ingu(di pelihara)! Mau di jadikan apa negara ini. Masukin saja ke neraka dunia. Biar kapok!.

Alasan ini memang masuk akal. Bagaimana tidak? Bagi warga setempat, uang bermilyar-milyar bukanlah nilai yang sedikit. Mereka yang bertani tidak punya penghasilan tetap. Kadang panen kadang gagal. Kalaupun toh panen harus juga memutar kembali uang hasil panenan dengan modal awal yang telah di keluarkan untuk pembiayaan semasa tanam.

Ada pepatah mengatakan “Tidak ada perasaan yang paling sakit atas suatu penderitaan kecuali sebuah penghianatan”. Kepala desa seharusnya dapat menjadi vigur publik baik malah menghianati rakyat. Korupsi!!!! Seolah dia sengaja melakukan perbuatan salah. Atau memang dia tidak tahu mana jalan yang bener dan mana yang salah. Padahal dia sekolah sampai jenjang pendidikan tinggi.

Semoga saja hanya sekali ini kasus semisal paklurah  rusdi terjad di desa kia Sebagai warga sini aku mertasa malu, apalagi aku seorang modin”.pak modin menyambung pembicaraan yang lain.

Pak modin merasa bersalah atas kejadian yang tak pantas ini di lakoni oleh sang lurah. Menyikapi kasus ini juga prihatin. Lurah yang juga teman sekolah pak modin  tak di sangka sampai mau berbuat demikian.

“Pemerintah saja sudah menghabiskan dana rakyat untuk mengusut tuntas kasus perkorupsian negara ini. Biarkan gayus-gayus kecil ini sadar, bahwa biarpun mereka bukan gayus sungguhan yang korusinya tak akan habis di makan tujuh turunan itu, namun bukan berarti itu hanya masalah sepele.
Bayangkan berapa saja kasus semisal korupsi di negri terjadi. Negri  maritim dan kepulauan luas ini seharusnya malu. Masak kita yang seharusnya sudah sejahtera, masih saja ada warga yang makan sehari-harinya pontang panting kesana kemari. Bahkan ada yang tidak tentu makannya.
Yahhh memang orang pejabat tak akan mengalami masa mlarat, karena pasokan dana untuk di korupsi pasti ada” tambah tokoh syarekat ini.

Modin dalam literatur orang jawa adalah orang yang berperan sebagai penuntun ajaran agama bagi warga. Jika ada hajatan atau tasyakuran pak modin sering di minta untuk memimpin ritual adat setempat.

Intinya pak modin adalah seorang tokoh agama islam yang peranannya adalah sebagai Penanggung jawab masalah keagamaan, terutama masalah kematian dan pengurusan ritual penguburan jenazah

Memang banyak kejadian aneh menimpa orang besar.Bukannya jabatan sebagai sebuah pengabdian, namun malah menimbulkan mala petaka bagi dirinya dan orang lain. Dan lagi-lagi kebanyakan mereka sebetulnya beragama dan punya kepercayaan. Mengakui keberadaan dan hakikat hukum kausalitas, hukum sebab akaibat. Sudah tahu kalau segala sesuatu itu ada balasannya. Orang berbuat baik akan mendapat kebaikan pula, begitupun arah sebaliknya.

Rokok Habis
Rokok memang membawa penyakit. Korban dari bahayanya pun harus merelakan nyawanya karena efek rokokini. Sudah jelas di dalam bungkusnya tertulis, merokok dapat menyebabkan kanker bla bla bla. Namun ternyata animo permintaaan masyarakat terus meningkat dari tahun-ketahun. Begitupun bung toni, meskipun berada di tahanan dia sangat  menyempatkan untuk membeli rokok. biasanya sehari semalam bisa menghabiskan hampir satu plat, satu bungkus berisis dua belas batang.

Tantangan baru bagi bung toni telah datang. Apalagi kalau bukan masalah rokok. sebelumnya dia bisa beli rokok dengan tabungannya, tetapi sekarang tidak. Sehari-hari dia harus tinggalkan cerutu itu dari mulutnya. Masalahnya uang tabungannya habis. Baru dua tahun saja, tabungannya tidak menyisakan serupiah pun.

Sial rokok habis, tidak ada uang lagi”ujar bung tomi.

Dua hari sudah dia tidak merokok. Tanggal 13 september 2009 itu hari pertama memaksanya hidup tirakat. Uang tabungan di bank sudah habis. Sementara kurungan penjara masih empat tahun lima bulan.

Seketika bung tomi melirikan pandangannya pada pak rusman yang sedang ngalamun di sudut ruangan. Wajahnya menunduk ke bawah dengan kedua tangan menggenggam lutut. Sejenak pak rusman mengangkat kepala dan memandang bung tomi yang kedengarannya sedang ada masalah. Memang dari tempat duduknya umpatan bung tomi terdengar dengan jelas. Seolah menandakan kalau dia butuh sesuatu.

Pak tua kau ada uang?”tanya bung toni bernada ngancam.

Pak rusman menjawabnya “Maaf bang saya sudah nggak punya apa-apa. Hartaku semuanya ludes. Keluargaku tak ada sudah membiarkanku.”

Alah omong kosong! Pasti punyalah. Lha kemarin kau korupsi banyak itu masak baru setahunan sudah habis?”

Bener bung, aku jawab apa adanya. Sejak kasusku terungkap, dan penanganannya berjalan karena bukti telah di ketahui, pemerintah menghabiskan hartaku. Sampean tahukan berapa saja biaya untuk pengacaraku. Terus terang saja bang  denda atas kasus ini pun banyak. Makanya sekarang aku hanya hidup sebatangkara tak punya keluarga.”

Yo wis tidak usah mengeluh lagi

Tiba-tiba kepala tahanan sedang jalan-jalan menyambangi para tahanan. Tugas ini sudah menjdi rutinitasnya selama periode kepengurusan yang ia pimpin. Dengan memakai baju tugas lengkap dia berkeliling. Sekedar menyapa tahanan yang di kenalnya. Namanya pak anton, sudah tiga belas tahun lamanya dia menjalani tugas menjaga keamanan masyarakat.

Meskipun dia sebagai polisi sekaligus kepala rutan setempat, ternyata hobi ngrokok juga. Maklum tugasnya terkadang sampai larut malam. Seorang polisi biasanya tidak kuat kalau tidak merokok. Pantas saja ketika dia menyambangi para tahanan dia membawa sebatang rokok yang sedang di hisap.

Mau rokok bung? “ tanya pak anton menawarkan rokok.

Mendengar tawaran itu, bung toni langsung mengiakan. Sudah lama tidak ada rokok di mulutnya.

Ia pak, saya butuh banget rokok?” bung toni tergiur dengan pembungkusnya.

Dari kejauhan rokok itu terlihat label Djarum Super. Hatinya terasa senang jika di saat malam hari ada sebatang rokok di mulutnya. Sambil membayangkan keindahan dunia. Membayangkan dirinya yang seolah-olah menjadi orang kaya.Sehingga dia tidak pernah merasakan kegundahan.

Bagi bung toni Rokok  ibarat sudah menjadi kehidupannya. Setiap kali melakukan aktivitas pasti membawa rokok. Ibarat orang hidup tak ada pendamping jika rokok tak ada di tangannya.

Jalani dulu tugasmu di dalam ruangan, nanti tak kasih satu bungkus kalau sudah” tawaran bernada ejekan.

Itulah mimik muka yang di lemparkan pak anton padanya. Dengan seyuman pak anton tawarkan rokok itu. Namun lagi-lagi senyuman bohong. Itu  adalah senyuman murahan yang di gunakan orang-orang berpangkat atau beruang untuk mengejek kaum tak beruang.

Tawaran pahit itu sangat menghina bung toni. Baru kali ini dia di ejek seseorang. Sejak kecil dia langsung ngajak berantem jika ada orang yang mengejeknya. Dia juga bekas geng ternama di kota itu. Karena pak anton menghinanya, maka dia balas tawaran pahit itu.

Apa maksud looo pak, mau ngajak berantem?. Mentang-mentang jabatanmu tinggi  seenaknya saja omonganmu” balas bung bang tomi. Ia kesal atas sikap pak anton yang seperti itu.

He bung zaman gini ngajak berantem ?” jawab pak anton sambil menunjuk pangkat di dadanya. “ “lihat siapa dirimu dan siapa aku?” imbuhnya.

‘Memang siapa kau? Kau bangga dengan bintang di dadamu?’ Tegas bung toni membela diri.

Tangannya mengajukan jarin telunjuk ke arah pangkat pak anton yang berada di depannya.

Sabar lah bung, belanda masih jauh!. Aku Cuma nawari rokok. kalau mau ya ni tak kasih.” Pak anton melerai hati bung toni. Namun lagi-lagi nada ejekan sangat jelas di raut muka pak anton.

He bung bukannya apa-apa. Aku kasihan lho kamu dan temenmu di situ!. Mending kau masih di biayai disini. di kasih makan minum tempat tingga, semuanya gratis. Bersukurlah! Tandas pak anton.

Terus apa urusanmu?” bung anton berbalik tanya.

Aku hanya menawari,dari pada nggak ada rokok ni mendingan rokokku. Masih lumayan, cukuplah untuk menghilangkan kejenuhan sejenak

Sekarang nggak ada yang gratis bung, kalau mau ambil ini” . imbuh pak anton.

Puntung rokok itu di lempar ke arah bung tomi. Sedangkan pak anton pergi seketika meninggalkan tempat tersebut.

Dengan terpaksa bung toni memungutnya. Dalam hatinya sebenarnya hal itu sangat memalukan. Namun bagaimana lagi, keterpaksaan memang tak bisa di tawar.

Sial, keadaan memang tak bersahabat. Mau apa lagi, dari pada tidak ngrokok.”ungkap bung toni di dalam hati.


The end
By: fauzin el-banjari.