Sabtu, 15 Januari 2011

Terpaksa hanya puntung rokok

SUASANA TAHANAN

Setelah kejadian itu aku menjadi sadar, kudu ingat kepada sang pencipta, eling marang jabatan dan tanggung jawabnya,kudu ngerti marang negoro kepriye Seharuse aku dadi pak lurah!” kata seorang penghuni tahanan meluapkan keluh kesahnya.

Yaaa!pak Rusman namanya. Orang nomor satu di desa Nabang itu mengiba. Merasa berat terhadap hukuman yang di jalaninya.
Memang kejadiannya sudah setahun lebih lamanya, sedangkan hukuman yang di jalaninya masih belasan tahun lamanya, sehingga dalam hati kecilnya kejadian itu membuatnya hancur segalanya.

“Kapan saya bisa kembali ke keluarga yaaaa.! Kenapa hidupku ini hancur.kenapa mereka semua meninggalkanku. Tak mau menjenguku atau mengurusku.  Kenapa itu harus terjadi padaku?”

Rintihan ini semakin hari tak henti-hentinya keluar dari cerutu bibirnya. Memang paska hakim memvonisnya lima belas tahun penjara. Sedangkan permasalahan yang tidak kalah penting yang membuat hidup pak rusman tak jelas adalah karena keluarganya tak mau mengakuinya sebagai bagian dari keluarga. Korupsi yang di lakukan sang ayah telah mengubur keberadaan keluarga. Rasa malu dan rasa bersalah pada seluruh rakyat yang di pimpin sang ayah membuat keluarga itu harus memikul pilu tak berkesudahan.

Tak di duga dia telah membohongi keluarganya selama ini. Pihak keluarga tidak tahu kalau sang ayah telah melakukan perbuatan hina itu. Sehingga mengantarkannya ke ruangan dingin tak berkasur. Kamar yang di takuti semua orang kecuali hanya orang yang tidak normal. Ya.. kamar tahanan.

Tahukah engkau, kenapa dia di dalam kamar ini?. Ya, apa lagi kalau bukan karena kasus korupsi. Kasus tersebut menjadikannya hidup di dalam tempurung ruang hampa.  Balasan penjara yang di tanggungnya telah membuatnya hancur. Dia merasa sangat tersiksa, karena tempat itu membuangnya di tempat penyiksaan fisik dan batin.

Akibat ulahnya, rasa malu tak bisa terelakan karena menyinggung masalah hargai diri orang-orang sekeluarga. Kehidupan menjadi sepah tanpa arti.
Di dalam kepengapan dia tak sendirian. Ada satu teman tahanan lain satu kamar yang harus mempertanggungjawaban hukuman serupa.

Rekan satu tahun yang lebih lama dari pak rusman juga ada di dalam satu kamar. Dia terkena kasus pencurian bank BCA di jakarta selatan. Kasusnya memang tidak terekspos media. Karena memang kejadian itu berpas-pasan dengan kasus korupsi besar, kasus Bank century.

Bung toni, kebanyakan kamar sebelah menyebutnya. Sepintas terlihat dari mimik wajahnya mengindikasikan, dia bekas preman kakap. Brandalan edan yang berkeliaran yang tak henti-hentinya mencari mangsa.
Karirnya mandeg di saat dia mencoba membobol kotak isi uang bank BCA. Namun memang takdir telah mengantarkan bung toni ke dunia yang berbeda. Sekarang dia harus mempertanggung jawankan aksi pencurian itu di belakang jeruji sel tahanan.

Ruangan itu pengap. Ventilasi dan sirkulasi udara di dalam ruangan itu memang ala kadarnya. Namanya saja Rutan rumah tahanan ya begini. Tidak ada menu special. Makan tiap hari itu-itu terus. Tidak ada refresing,tak ada hiburan.

Oh indahnya jika akau dapat bertemu keluarga, hidup di samping mereka. Merasakan kebahagiaan seperti layaknya kebanyakan orang. Kenapa makanan selalu ini terus pak?”.

Pertanyaan dan nada sekata dengan rintihan terus saja berujar dari logatan lidah tahanan ini. Di ulanginya lagi suara bising itu.

Pak pilisi tolonglah aku! Aku ndak kuat hidup begini!”

Penjaga tahanan tak menolehkan sedikitpun mukanya. Meskipun pak rusman meronta ronta seperti itu karena bosan di kurungan, tak mungkin ada dispensasi bagi siapa saja yang telah berada di dalam penjara.  Nada memelas bukanlah urusan mereka. Suara bising seperti itu Sudah makanan sehari-hari.

Pak !!!!!!!” dia mengulangi panggilan itu untuk ke beberapa kali dengan  sekerasnya. Mencoba dan mencoba agar polisi datang padanya. Namun lagi-lagi skuriti tahanan tetap membisu.

Bung toni yang satu kamar tahanan muak sekali pada pak rusman. Telinganya terasa geli bila mendengar orang tua itu mengis. Melihat keluh kesah pak rusman yang sesama kamar dia benar-benar merasa bosan. Tiap kali mata terbuka ada saja nada rintihan pak rusman yang cengeng itu terdengar

Alah ribet amat sih orang ini. Pemandangan yang menjengkelkan! Lha sudah terlanjur basah masak di tangisi. Sok sedih lah. Bodoh amat pak tua ini.”Gumamnya di dalam hati. Sambil meneteng rokok di tangan.  Tak lama kemudian terdengar suara keras darinya.

“ Bang kau ini kenapa haaaa? Makan sudah makan.Bersyukur ada makanan gratis dari pak polisi. Yang penting hidup itu nggak usah ribet. Ada apa pak tua? Haaa ?? mau bebas dari sini? Kamu ingat keluarga ? mending kau itu. Diamlah kau bung! Cengeng banget kamu ini. Kayak anak baru lahir saja. Lihat kamu itu sudah tua tidak usah cengenglah. Paling-paling kalau mati juga tidak ada yang peduli
‘Kapan bahagianya kalaukau cengeng, paooook kayak  gin, nangis kaya bayii. ”.

Memang ada benernya juga orang ini. Bila di telusuri, persepsi bung toni itu tidak salah, tapi juga tak seratus persen benar . Dalam menyikapi perheletan hidup ini, kebanyakan mereka menilai bahwa bahagia itu jika memilki harta berlimpah, makan yang enak-enak,rumah mewah tersedia, istri cantik, dompet tebal dan lain sebagainya. akan tetapi dia menafsirkan bahwa hidup bahagia itu yang penting suasana hati. Bila hati gelisah terus, tak merasa cukup maka tak mungkin bahagia.
Tak lama kemudian pak rusdi pun diam. Sepatah dua patah katapun tak keluar dari mulutnya.  Meski mulutnya tidak keluar kata kata, terlihat kalau sesenggukan terlihat jelah tersirat dalam raut muka orang tua itu

He bung hidup itu ibarat mainin kata. Kalau kau pilih kata indah maka hidup ini ikut berkata demikian. Tapi kalau kau buat kata sukar,  ya hidupmu takan bahagia”. Tandas bung toni mencoba ngomong. Mengingatkan pak rusdi agar bisa hidup apa adanya.

Kata-kata bung toni memang simpel, namun sulit sekali di terapkan. Jarang orang berkecukupan mengomentari kehidupan mereka demikian. Paling-paling setiap hari sering berkeluh. Membeberkan kekurangan ekonomi, hutang banyak, belanja telat, gajian tak cukup dan lain sebagainya.

Ucapan bung toni tak sekedar omong kosong. Kalau di simak secara mendalam ucapannya menandakan,dia memang tipe orang yang tidak cengeng. Bukan tipe orang yang selalu berkeluh kesah menghadapi kerasnya kehidupan. Dia merasa bahagia dengan apa yang ada di hadapanyya sekarang ini.

Meskipun berada di penjara rasa bahagia tak pudar dari hatinya. Dia menilai, lebih
baik di penjara setelah melakukan tindak kriminal dari pada para kriminal yang bebas berkeliaran. Seolah tidak punya salah pada sesamanya. Terutama sang pecundang bebuyutan KPK, sang koruptor dan saudaranya yang lain. Kalau mereka tidak tertangkap berarti semakin hari semakin menumpuk dosa. Mereka punya kesempatan menambah income harian dengan aksi korupsinya. Sungguh meprihatinkan negara ini.

Demikianlah pemikiran bung toni. Orang tidak akan bahagia jika selalu merasa kurang. Sudah punya sepeda motor bagus, ada saja kurangnya. Sehingga tidak menutup kemungkinan tindak kejahatan akan mengiringi rasa kemiskinan mereka sepanjang hari.

Suasana Desa
Keterpurukan telah melanda manusia paruh baya itu. Jenggotnya tak pernah di pangkas, apalagi di cukur rapi. Kejadian itu telah mengakibatkan jalan mulus menuju roma menjadi bencana.  Mulai dari kareir, wacana, keluarga, bahkan tentang masa depan yang sebetulnya masih perlu di bangunnya.

SEL(Ruang Jeruji tahanan) tempat ahir baginya, telah mengubur tuntas karier sepanjang masa. Misinya sebagai kepala desa yang ngayomi tak lagi menyelimuti statusnya sebagai kepala desa. Tak jarang warganya menjadi geram karena ulahnya mengoleksi nilai merah raport roda pemerintahan itu.
Korupsi itu tidak akan terjadi kalau wong nduwur(pejabat di segala jenjang dan tingkatanyang sembrono red”) ujar orang-orang yang pulang menyusuri jalan di persawahan.

Mereka pulang kerja sambil mengoreksi kualitas dan sinergisitas kinerja pejabat lurah desanya itu. Sambil menyusuri galeng( pembatas antar sawah yang di gunakan pula untuk jalanan) nuansa Agen Social Of Control telah membasahi warna kedemokrasian masyarakat setempat. Ternyata meskipun jenjang pendidikan rata-rata warga setempat di bawah standar, bisa di bilang esensi prinsip demokratisasi NKRI setidaknya berjalan dengan baik. Dan kalau di timbang-timbang, itu lebih baik dari pada mahasiswa sekarang yang keseringan dengan budaya hedonisme, pragmatisme. Kuliyah kupu-kupu.

Sementara itu di lain pihak tugas dosen sering terabaikan, berangkat telat, apsen nitip temen, copy paste, cengkreng(ngumpul bareng di parkiran atau tempat lain yang tidak ada esensi organisatoris, edukatif, atau akademisnya). Venomena semisal korupsi biarlah urusan mereka(pemerintah red). Memang sangat di sayangkan sekali, seorang terpelajar seperti mahasiswa hanya kritis dalam hal akdemis saja.

Kasus-kasus kemasyarakatan seolah menjadi dunia asing dalam dinamika akdemisi yang mereka jalani. Semoga saja mereka sadar, bahwa yang namanya urusan masyrakat takan terlepas dari fungsi dan peran kita. Kenapa ? kita kan mahluk sosial juga. Hidup di tengah-tengah komunitas dinamika sosial. Kalau benar saja kita nggak mau menengok sedidikitpun atas kasus korupsi dan anak-anak asuhnya, jelaslah kita telah berkhianat terhadap kehidupan kebermasyarakatan ini. Dzolim, jahat, jahil, penjilat dan kata-kata tak pantas yang seirama dengannya.

Ada pula warga yang mengungkapkan komentarnya akan penghianatan kepala desa itu setelah di tanya dengan berujar

“Haaaah, ngayomi? Itu ndak mungkin. Lha wong korupsi kok di ingu(di pelihara)! Mau di jadikan apa negara ini. Masukin saja ke neraka dunia. Biar kapok!.

Alasan ini memang masuk akal. Bagaimana tidak? Bagi warga setempat, uang bermilyar-milyar bukanlah nilai yang sedikit. Mereka yang bertani tidak punya penghasilan tetap. Kadang panen kadang gagal. Kalaupun toh panen harus juga memutar kembali uang hasil panenan dengan modal awal yang telah di keluarkan untuk pembiayaan semasa tanam.

Ada pepatah mengatakan “Tidak ada perasaan yang paling sakit atas suatu penderitaan kecuali sebuah penghianatan”. Kepala desa seharusnya dapat menjadi vigur publik baik malah menghianati rakyat. Korupsi!!!! Seolah dia sengaja melakukan perbuatan salah. Atau memang dia tidak tahu mana jalan yang bener dan mana yang salah. Padahal dia sekolah sampai jenjang pendidikan tinggi.

Semoga saja hanya sekali ini kasus semisal paklurah  rusdi terjad di desa kia Sebagai warga sini aku mertasa malu, apalagi aku seorang modin”.pak modin menyambung pembicaraan yang lain.

Pak modin merasa bersalah atas kejadian yang tak pantas ini di lakoni oleh sang lurah. Menyikapi kasus ini juga prihatin. Lurah yang juga teman sekolah pak modin  tak di sangka sampai mau berbuat demikian.

“Pemerintah saja sudah menghabiskan dana rakyat untuk mengusut tuntas kasus perkorupsian negara ini. Biarkan gayus-gayus kecil ini sadar, bahwa biarpun mereka bukan gayus sungguhan yang korusinya tak akan habis di makan tujuh turunan itu, namun bukan berarti itu hanya masalah sepele.
Bayangkan berapa saja kasus semisal korupsi di negri terjadi. Negri  maritim dan kepulauan luas ini seharusnya malu. Masak kita yang seharusnya sudah sejahtera, masih saja ada warga yang makan sehari-harinya pontang panting kesana kemari. Bahkan ada yang tidak tentu makannya.
Yahhh memang orang pejabat tak akan mengalami masa mlarat, karena pasokan dana untuk di korupsi pasti ada” tambah tokoh syarekat ini.

Modin dalam literatur orang jawa adalah orang yang berperan sebagai penuntun ajaran agama bagi warga. Jika ada hajatan atau tasyakuran pak modin sering di minta untuk memimpin ritual adat setempat.

Intinya pak modin adalah seorang tokoh agama islam yang peranannya adalah sebagai Penanggung jawab masalah keagamaan, terutama masalah kematian dan pengurusan ritual penguburan jenazah

Memang banyak kejadian aneh menimpa orang besar.Bukannya jabatan sebagai sebuah pengabdian, namun malah menimbulkan mala petaka bagi dirinya dan orang lain. Dan lagi-lagi kebanyakan mereka sebetulnya beragama dan punya kepercayaan. Mengakui keberadaan dan hakikat hukum kausalitas, hukum sebab akaibat. Sudah tahu kalau segala sesuatu itu ada balasannya. Orang berbuat baik akan mendapat kebaikan pula, begitupun arah sebaliknya.

Rokok Habis
Rokok memang membawa penyakit. Korban dari bahayanya pun harus merelakan nyawanya karena efek rokokini. Sudah jelas di dalam bungkusnya tertulis, merokok dapat menyebabkan kanker bla bla bla. Namun ternyata animo permintaaan masyarakat terus meningkat dari tahun-ketahun. Begitupun bung toni, meskipun berada di tahanan dia sangat  menyempatkan untuk membeli rokok. biasanya sehari semalam bisa menghabiskan hampir satu plat, satu bungkus berisis dua belas batang.

Tantangan baru bagi bung toni telah datang. Apalagi kalau bukan masalah rokok. sebelumnya dia bisa beli rokok dengan tabungannya, tetapi sekarang tidak. Sehari-hari dia harus tinggalkan cerutu itu dari mulutnya. Masalahnya uang tabungannya habis. Baru dua tahun saja, tabungannya tidak menyisakan serupiah pun.

Sial rokok habis, tidak ada uang lagi”ujar bung tomi.

Dua hari sudah dia tidak merokok. Tanggal 13 september 2009 itu hari pertama memaksanya hidup tirakat. Uang tabungan di bank sudah habis. Sementara kurungan penjara masih empat tahun lima bulan.

Seketika bung tomi melirikan pandangannya pada pak rusman yang sedang ngalamun di sudut ruangan. Wajahnya menunduk ke bawah dengan kedua tangan menggenggam lutut. Sejenak pak rusman mengangkat kepala dan memandang bung tomi yang kedengarannya sedang ada masalah. Memang dari tempat duduknya umpatan bung tomi terdengar dengan jelas. Seolah menandakan kalau dia butuh sesuatu.

Pak tua kau ada uang?”tanya bung toni bernada ngancam.

Pak rusman menjawabnya “Maaf bang saya sudah nggak punya apa-apa. Hartaku semuanya ludes. Keluargaku tak ada sudah membiarkanku.”

Alah omong kosong! Pasti punyalah. Lha kemarin kau korupsi banyak itu masak baru setahunan sudah habis?”

Bener bung, aku jawab apa adanya. Sejak kasusku terungkap, dan penanganannya berjalan karena bukti telah di ketahui, pemerintah menghabiskan hartaku. Sampean tahukan berapa saja biaya untuk pengacaraku. Terus terang saja bang  denda atas kasus ini pun banyak. Makanya sekarang aku hanya hidup sebatangkara tak punya keluarga.”

Yo wis tidak usah mengeluh lagi

Tiba-tiba kepala tahanan sedang jalan-jalan menyambangi para tahanan. Tugas ini sudah menjdi rutinitasnya selama periode kepengurusan yang ia pimpin. Dengan memakai baju tugas lengkap dia berkeliling. Sekedar menyapa tahanan yang di kenalnya. Namanya pak anton, sudah tiga belas tahun lamanya dia menjalani tugas menjaga keamanan masyarakat.

Meskipun dia sebagai polisi sekaligus kepala rutan setempat, ternyata hobi ngrokok juga. Maklum tugasnya terkadang sampai larut malam. Seorang polisi biasanya tidak kuat kalau tidak merokok. Pantas saja ketika dia menyambangi para tahanan dia membawa sebatang rokok yang sedang di hisap.

Mau rokok bung? “ tanya pak anton menawarkan rokok.

Mendengar tawaran itu, bung toni langsung mengiakan. Sudah lama tidak ada rokok di mulutnya.

Ia pak, saya butuh banget rokok?” bung toni tergiur dengan pembungkusnya.

Dari kejauhan rokok itu terlihat label Djarum Super. Hatinya terasa senang jika di saat malam hari ada sebatang rokok di mulutnya. Sambil membayangkan keindahan dunia. Membayangkan dirinya yang seolah-olah menjadi orang kaya.Sehingga dia tidak pernah merasakan kegundahan.

Bagi bung toni Rokok  ibarat sudah menjadi kehidupannya. Setiap kali melakukan aktivitas pasti membawa rokok. Ibarat orang hidup tak ada pendamping jika rokok tak ada di tangannya.

Jalani dulu tugasmu di dalam ruangan, nanti tak kasih satu bungkus kalau sudah” tawaran bernada ejekan.

Itulah mimik muka yang di lemparkan pak anton padanya. Dengan seyuman pak anton tawarkan rokok itu. Namun lagi-lagi senyuman bohong. Itu  adalah senyuman murahan yang di gunakan orang-orang berpangkat atau beruang untuk mengejek kaum tak beruang.

Tawaran pahit itu sangat menghina bung toni. Baru kali ini dia di ejek seseorang. Sejak kecil dia langsung ngajak berantem jika ada orang yang mengejeknya. Dia juga bekas geng ternama di kota itu. Karena pak anton menghinanya, maka dia balas tawaran pahit itu.

Apa maksud looo pak, mau ngajak berantem?. Mentang-mentang jabatanmu tinggi  seenaknya saja omonganmu” balas bung bang tomi. Ia kesal atas sikap pak anton yang seperti itu.

He bung zaman gini ngajak berantem ?” jawab pak anton sambil menunjuk pangkat di dadanya. “ “lihat siapa dirimu dan siapa aku?” imbuhnya.

‘Memang siapa kau? Kau bangga dengan bintang di dadamu?’ Tegas bung toni membela diri.

Tangannya mengajukan jarin telunjuk ke arah pangkat pak anton yang berada di depannya.

Sabar lah bung, belanda masih jauh!. Aku Cuma nawari rokok. kalau mau ya ni tak kasih.” Pak anton melerai hati bung toni. Namun lagi-lagi nada ejekan sangat jelas di raut muka pak anton.

He bung bukannya apa-apa. Aku kasihan lho kamu dan temenmu di situ!. Mending kau masih di biayai disini. di kasih makan minum tempat tingga, semuanya gratis. Bersukurlah! Tandas pak anton.

Terus apa urusanmu?” bung anton berbalik tanya.

Aku hanya menawari,dari pada nggak ada rokok ni mendingan rokokku. Masih lumayan, cukuplah untuk menghilangkan kejenuhan sejenak

Sekarang nggak ada yang gratis bung, kalau mau ambil ini” . imbuh pak anton.

Puntung rokok itu di lempar ke arah bung tomi. Sedangkan pak anton pergi seketika meninggalkan tempat tersebut.

Dengan terpaksa bung toni memungutnya. Dalam hatinya sebenarnya hal itu sangat memalukan. Namun bagaimana lagi, keterpaksaan memang tak bisa di tawar.

Sial, keadaan memang tak bersahabat. Mau apa lagi, dari pada tidak ngrokok.”ungkap bung toni di dalam hati.


The end
By: fauzin el-banjari.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar