Senin, 31 Januari 2011

DUNIA KACAU OLEH PERBEDAAN

          Keperbedaan adalah sebuah kodrat dari hukum alam yang tidak bisa terhindarkan. Meskipun bumi ini hanya satu, toh banyak sekali di dalamnya berbagai macam bentuk benda, hewan dan makluk tuhan lain. Dari kesemuanya, Antara yang satu dengan yang lainnya memiliki berbedaan baik besar maupun kecil.
Manusia terdiri dari dua jenis kelamin. Lak-laki dan perempuan. Setiap laki-laki dan perempuan ternyata mempunyai ciri yang berbeda. Jika laki-laki berjenggot, sedangkan perempuan tidak. Jika perempuan melahirkan namun laki-laki tidak demikian. Apabila  perempuan atau kaum hawa cenderung sering berhias diri, memakai make up, pakai anting, namun laki-laki atau kaum adam ternyata tidak demikian. Demikianlah salah satu contoh sisi perbedaan yang ada pada manusia.
Oleh karena itu jika ada sisi perbedaan pasti ada sisi persamaannya.  Misalnya saja Persamaan kedudukan mendapatkan perlindungan HAM. Persamaan dalam hal kebebasan berpendapat. Maupun persamaan hak dalam hal berpendidikan. Dari permisalan dan contoh ini sangat jelas kiranya bahwa setiap makhluk tuhan baik itu di mulai dari kancah makro, sampai ranah mikro di setiap lini kehidupan jagad raya dapat di pastikan  memang mengandung sisi perbedaan, di samping juga memilki sisi kesamaan.
Sebagai makluk tuhan yang paling sempurna manusia di beri berbagai macam kelebihan. Sebuah anugrah dan karunia tuhan yang sangat berharga. Sehingga dari sisi inilah mereka dapat di kategorikan sebagai makhluk yang paling sempurna. Kelebihan yang di milki manusia sebagai makluk tuhan yang paling sempurna salah satunya adalah karunia berpikir. Kita tahu dengan manfaat berfikirlah mereka dapat membangun perdaban, mengolah kekayaan alam, membuat peralatan canggih dan mengembangan kehidupan. Namun unsur terpenting dari anugrah ini adalah agar mereka dapat mempergunakan fungsi dan manfaat pikiran itu dengan sebaik-baiknya. Sehingga memilki kemapuan untuk menghadapi persoalan hidupnya. Dapat mencari dan memilah antara mana hal yang baik dan yang bukan. Dapat pula membedakan antara benar dan salah.
Namun dalam praktik sehari-hari proses ternyata hidup yang ideal itu sulit di wujudkan. Cita-cita agar tercipta kehidupan yang ideal malah tersandung dengan problem beruntun.  Kontrak kehidupan yang sebenarnya memerlukan pemecahan masalah secepatnya  seakan sulit di cari solusinya. Masalah demi masalah kehidupan semakin mendera. Sehingga terpaksa jalan satu-satunya adalah menacari solusi atau problem solfingnya . Karena kekacauan betatambah parah, kejahatan semakin bertambah, peperangan, perebutan kekuasaan, penyelewengan hukum, manipulasi, kasus korupsi, persengketaan, penggelapan uang, atau kasus-kasus lain yang senada dengan permisalan yang telah di sebutkan.kalau sudah demikian tak ada jalan lain dalam menanggapi masalah yang demikian kecuali mencari jawaban dengan menanyakan pertanyaan yang bersangkutan dengannya. Sehingga dapat di klarifikasi dan di identifikasi kasus tersebut untuk di selesaikan sebagaimana mestinya. Pertanyaannnya adalah apakah gerangan yang menjadikan penyebab dunia ini kisruh, amburadul serta heboh dengan kekacauan berkepanjangan sebagaimana keterangan di atas.  
Setidaknya ada salah satu jawaban yang dapat di angkat menyangkut masalah di atas. Penyebab goncangnya dunia ini, pemicu kacaunya ketertiban dunia dan kemunculan berbagai masalah dengan kompleksitas di dalamnya  adalah karena penyalahgunaan fungsi agama.
Sejak zaman dahulu agama merupakan acuan manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Agama dalam kehidupan manusia memilki sebuah arti dan makna yang sangat penting. Karena muatan dan subtansi agama mengarahkan manusia pada hal yang positif. Sehingga arahan agama tersebut dapat menciptakan suasana yang positif dalam kehidupan manusia.  Tidak mungkin agama menganjurkan manusia untuk membunuh seseorang yang tidak bersalah, memperkenankan mereka mencuri, menganiaya, dan merugikan orang lain. Tuhan menurunkan agama yang di peruntukan manusia bertujuan agar hidup mereka teratur. Sudah barang tentu agama pasti menganjurkan hal-hal yang baik, bermanfaat, berbau positif. Tidak mungkin sebaliknya, atau berlaiann dengan hal itu. Namun ironisnya, seringkali tujuan-tujuan hina, obsesi tak bertanggungjawab oleh manusia di sandingkan dengan agama. Sehingga penyalahgunaan agama untuk memenuhi kepentingan yang tak benar itu, menjadikan agama tidak memilki paranan apa-apa, selain tunduk dan patuh dengan tangan-tangan jahil. Akhirnya agama menjadi kambing hitam. Di jadikan alat pemuas nafsu mereka yang tak bertanggungjawab.
Sangat ironis memang jika agama telah kabur subtansinya. Selama ini jika kasus per kasus menggejala di depan mata, lagi-lagi agama yang di salahkan. Agama sudah tidak ada harganya, karena telah memunculkan konflik sosial. Agama membuat manusia hidup menderita. Agama  munculkan  kasus, konflik dan permasalahan. Sehingga jika demikian adanya, dapat di katakan bahwa unsur agama semakin hari  tereduksi oleh umpan-umpan murahan berupa dalih-dalih tertentu yang tak dapat di benarkan.
Masyarakat saat ini sangat mengidam-idamkan sebuah kedamaian. Mereka mendambakan ketentraman hidup yang akan membawanya pada persatuan dan kesatuan. Namun memang agaknya sebuah impian harus di cancel, terbuang jauh karena impian yang demikian itu sulit di wujudkan. Meskipun segala cara dan upaya di lakukan ternyata tetap saja hasil yang dicapai tidak memuaskan.
Jika sejenak kita merefleksi dengan berbagai venomenal di negri ini, misalnya saja konflik.  Konflik ini akan menjadi besar jika konflik itu di bungkus, di kemas dengan embel-embel agama. Agama di jadikan tendensi untuk melancarkan aksi dan idealisme perseorangan atau kelompok tertentu. Sehingga konflik itu menjadi konflik horisontal yang sulit terselesaikan.
Contoh: Sebenarnya persoalan yang terjadi adalah persoalan dagang, persoalan rebutan pasar, tanah atau lahan tetapi jika hal itu di kait-kaitkan dengan unsur agama, maka besar sekali kemungkinan akan terjadi konfik panjang. Apalagi jika orang yang bersangkutan  menyatakan bahwa yang menguasai lahan ini adalah dia yang beragama tetentu. Tujuan dia mendirikan pasar ini di maksudkan adalah untuk mendanai berdirinya sebuah rumah ibadah. Ini akan mendaji masalah besar jika tidak ada titik penyelesaiannya. Masalah yang sebenarnya kecil malah membesar, karena sulit terselesaikan. Ibaratnya ada sebuah elpiji yang sedang mengalami gangguan, entah itu rusak selangnya, bocor tabungnya, kurang benar pemasangannya, jika tidak di lakukan tindakan konkrit yang benar, maka tidak menutup kemungkinan bahaya ledakan bisa saja terjadi di setiap waktu.
Begitupun indikasi dari contoh permasalahan di atas. Sebenarnya konfliknya hanya berupa konflik ekonomi namun karena balutan pendukung itu adalah pembalut  agama maka sudah barang tentu konfllik-konflik yang lain ikut bermunculan. 
Contoh di atas mengindikasikan, sebenarnya kebanyakan konflik yang muncul ke permukaan, sebuah konflik kepentingan. Entah itu kepentingan ekonimi, kesejahteraan, politik dan sebagainya. Konflik kepentingan ini bisa menjadi dahsayat sekali kenapa, karena agama itu di jadikan sebagai sebuah alat pembungkus (wasilah), alat pengemas, dan alat untuk mobilisasi sosial. Karena memang karakter agama itu sangat menyatu dengan unsur kejiwaan manusia.karakter agama memang bercirikan sangat berada di dalam unsur jiwa manusia. Terutama jika indikasi  ini di internkan pada wilayah penduduk belahan dunia bagian timur. Seperti irak, iran, uzbekistan malaysia, india atau indonesia. 
Maka ketika seseorang memilki apa pun maka dia akan melakukan dan menghidupkan emosi-emosi keagamaan. Tujuannya adalah, agar gagasan mobilisasi sosial yang di inginkanya dapat di raihnya. Jika memang demikian maka seolah agama ini di jadikan bisnis, aset untuk mencari keuntungan.
Dan seringkali agama yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya itu di perkosa dan di jadikan tunggangan tak bertanggung jawab.
Jadi sangat di sayangkan jika agama di salah gunakan. Jangan sampai keliru di tafsiri, apa yang terjadi saat ini tentang problem kehidupan dalam bentuk konflik, baik konflok sosial, ekonomi, politik, maupun kekuasaan di pahami agama sebagai biang penyebabnya. Pada hal yang memang harus di junjung tinggi adalah  kita setuju bahwa agama memang bukan merupakan sumber konflik tetapi agama pada tatanan saat ini seringkali di jadikan sebagai korban pemaksaan, di jadikan budak tunggal yang terhinakan. Budak yang di paksa untuk melayani nafsu bejat kelompok tertentu. Padahal jika mereka di tanya akan muncul bentuk pengakuan yang menyatakan bahwa mereka paham dan mengakui, apa yang sedang di lakukannya tidak benar dan tidak baik.    
Kemudian pemicu konflik yang ke dua adalah kebanyakan orang-orang itu cenderung mempercayai simbol-simbol agama. Mereka dalam beragama itu lebih banyak cenderung pada keimanan yang saklet pada simbol-simbol agama. Kita tahu bahwa simbol-simbol itu memang penting dalam beragama. Dan setiap agama pasti di warnai oleh simbol-simbol. Simbol itulah yang membedakan antara agama yang satu dengan yang lain. Ciri ini dapat mempermudah pemeluknya dalam memperbedakan antara agama yang dia peluk dengan agama yang tidak di peluknya. Karena bagaimanapun jika simbol itu tidak ada maka bagaimanakah seorang itu mengenali agamnya. Jadi kalau memang demikian adanya, memang agama itu juga membutuhkan simbol-simbol.
Namun perlu di luruskan kembali  bahwa simbol agama bukanlah merupakan  seratus persen dari subtansi dari agama itu sendiri. Jika memang sorang pemeluk agama itu terlalu hanyut ke dalam simbol keagamaan yang di anutnya, maka boleh di katakan kalau orang itu belum memilki besic keagamaan yang sesungguhnya. Dia masih beragama secara dangkal. Sehingga muatan keagamaan yang ada dalam lini kehudupan itu masih sebatas keberagamaan yang kekanak-kanakan. Sehingga subtansi keagamaan masih jauh dengan apa yang di harapkan.
Oleh karena itu sebagai manusia yang beragama hendaknya harus mampu dalam mengaktualisasikan esensi setiap ajarnya agamanya masing-masing. Entah itu dia pemeluk  agama hindu, budha, katolik, kristen, dan islam maupun agama-agama yang lain harus mencerminkan sikap baik di kehidupan bermasyarakat. Jangan sampai ajaran-ajaran tersebut di tafsirkan secara mentah. Tidak mungkin ajaran suatu agama tertentu itu menyalahi kebutuhan hidup manusia di muka bumi ini. Sehingga tidak jarang penafsiran yang mentah di dalam agam dapat memunculkan konflik.
Dalam konteks keagamaan Konflik itu ada kalanya berupa konflik internal maupun eksternal. Konflik internal sudah barang tentu merupakan konflik yang di timbulkan oleh ketidak serasian tertentu dalam satu agama. Sedangkan konflik eksternal ialah konflik yang muncul akibat tidak adanya kesepakatan dalam hal tetentudalam ranah antar lintas agama.
Selanjutnya jika suatu perdebatan ini menggejala sampai tahap di mana perdebatan itu tidak  dapat terselesaikan, maka salah satu jalan keluarnya adalah mengembalikan fungsi manusia beragam ini sebagai mana mestinya. Di dalam islam manusia di sebut oleh tuhannya sebagai holifah sekaligus abdun. Dari konteks kebahasaan, dua term itu di ambil dari bahasa arab.
Term pertama, manusia sebagai kholifah (wakil tuhan di muka bumi). Pada term ini manusia tidak lain dan tidak bukan adalah wakil tuhan secara fungsional. Mereka semua adalah wakil tuhan di dunia ini. Tidak ada pembedaan suatu kepercayaan tertentu yang mendiskret pada siapapun. Kalau demikan berarti semua manusia, siapapun itu hendaknya dapat membumikan sifat-sifat tuhan. Entah itu dapat berupa sifat untuk saling menghargai, mencintai, menjaga kedamaian dan keslamatan, memakmurkan bumi dan lain sebagainya. Meskipun pada tataran keagamaan term ini kemunculanya memang berasal dari  islam. Namun secara makro term ini memang di tujukan bagi setiap insan di muka bumi.
Sehingga pesan keagamaan yang berasal dari tuhan dapat disebar luaskan. Dapat di rasakan efek positifnya sebagai manifestasi yang di junjung tinggi oleh siapapun yang menginginkan perdamaian.
Term yang kedua, manusia sebagai hamba tuhan , abdi, kawula dalam bahas jawa. Term ini memilki maksud, manusia sebagai hamba tuhan , abdi, kawula agar manusia dapat mematuhi segala aturan yang telah di tetapkan oleh tuhan. Baik yang datang itu berupa perintah atau larangan.
Jika impian mereka ingin mendapatkan ketentraman hidup sudah sewajarnya perintah dan larangan tuhan harus di indahkan sebagaimana mestinya. Tuhan pasti memilki pengetahuan di atas segala-galanya atas apa yang di perintahkan maupun yang di larang.
Apabila tuhan mengintruksikan sesuatu pasti tuhan tahu apa hikmah di balik perintah tersebut. Tidak mungkin tuhan yang nota benenya sebagai sesembahan manusia berniat untuk membodohi, mencelakai, menjerumuskan mereka ke dalam lembah kehancuran. Memang jika di lihat secara dangkal sebuah perintah, apapun itu bentuk dan jenisnya pasti sangat berat di laksanakan. Kecuali mereka yang memilki kejernihan berfikir. Dapat memahami apa sesungguhnya perintah itu. Mengapa perintah itu harus di lakukan. Apa tujuan tuhan berfirman demikian bagi sekalian mmanusia. Karena memang secara subtansi, manusia itu memilki kontruksi atau elemen tertentu yang bersifat menolak. Elemen yang berusahja ingin selalu terlepas dari setiap hukum. Dia ingin bebas tanpa ada batas yang mengekang kebebasan ini. Tidak lain dan tidak bukan elemen ini adalah hawa nafsu. Unsur dimonan manusia yang tak perlu di usahakan oleh manusia . Jika mereka membiarkan nafsu amaarah ini menguasai jiwanya pasti mereka mempunyai kecenderungan melakukan perbuatan yang negative. Perbuatan yang mengganggu stabilitas sosial, politik, hukum, budaya, maupun lini kehidupan yang lain. Sehingga jika kebiasaan ini terus di lakukan mereka pasti mereka akan rugi sendiri, baik kehidupan dunia maupun kehidupan kelak.
Namun pertanyaannya kenapa manusia harus di batasi. Pada hal bila di Lihat   Secara kedudukan mereka lebih cerdas dari makluk yang lain.
Bukannya sebuah larangan itu membatasi mereka untuk berekspresi, kreatif, berkembang, dan pembatasan yang lain,  namun justru dengan adanya larangan mereka harus dapat berfikir.  Mereka harus dapat mencermati apa sesungguhnya   titik jawaban di balik maksud dan tujuan tuhan menyatakan demikian.
Dengan dua acuan pokok di atas yakni  penempatan agama secara proporsional, ataupun dua term manusia sebagai kholifah dan abdun, dapat memungkinkan cita-cita manusia untuk berprikehidupan dengan  baik akan dapat terwujud. Agama akan menjadi alat penyelamat sedangkan manusia adalah subjek yang memotorinya. Jika agama di perlalkukan dengan baik, niscaya akan berbuah baik, begitupun sebaliknya. Selanjutnya peran manusia sebagai makhluk tuhan hendaknya dapat mengisi kehidupan dunia ini dengan sebaik-baiknya. Jika mereka mempunyai dua fungsi sebagai kolifah maka, kedudukan ini harus di manfaatkan dan di perlakukan dengan bijak dan  penuh tanggungjawab. Tidak malah di selewengkan demi memenuhi nafsu hidup yang merugikan khalayak. Sebaliknya jika mereka berkedudukan sebagai seorang abdun, sebagai seorang hamba sudah seharusnya mereka dapat mematuhi setiap aturan main yang mereka terima dari tuhan.  Oleh karena itu singkatnya mereka harus mampu menempatkan agama dengan selayaknya dan memaksimalkan fungsi mereka sebagai mahluk yang mulia dengan mematuhi segala perintah tuhan dan meninggalkan larangannya.
Oleh: @Fauzin El-Banjari
Mahasiswa semester tiga prodi PGMI fakultas tarbiyah  IAIN Walisongo Semarang
  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar