Opini : oleh Fauzin Gmi09
Ketika matahari telah memasuki waktu senja, tepatnya tanggal sepuluh dzul hijjah , suasana dan gema takbir sesaat memasuli waktu maghrib, saat itulah momentum bersejarah teringat kembali. Pada momentum itulah ummat islam mmukan kembali hari besar yang bersejarah itu kembali hadir di hadapan mereka. Yaa! Inilah hari raya idul adha. Mereka di beri kesempatan kembali merasakan atmosfir kenangan-kenangan masa lalu tentang peringatan hari raya ini.
Dari tinjauan sudut bahasa, ied merupakan wujud dari arti kembali . kata itu di kombinasikan dengan kata adlha atau qurban, sehingga menjadi iedul adlha atau iedul qurban. Dua bentuk atau frame iedul adha dan iedul qurban ini adalah ungkapan bahasa arab yang memilki kesamaan maksud dan latar belakang, yakni mengingat kembali pada syariat agama yang di bawa nabi muhammad SAW.
Sebutan iedul adlha merupakan sebuah momentum tahunan yang kemunculannya bersumber dari Q.s al-kautsar tentang perintah allah terhadap nabi, dan sudah barang tentu untuk seluruh ummat islam untuk berqurban. Sedangkan ungkapan iedul qurban merupakan sebutan dari pernyataan Q.s al-maidah ayat 27 tentang pengorbanan anak manusia pertama (qabil dan habil) untuk membuktikan ketulusan mereka dalam beramal dan Qs as-shofat 102-108 tentang bentuk ketaatan nabi ibrahim terhadap tuhannya yang di printah untuk menyembelih anak laki-laki tercintanya ismail.
Qurban secara harfiyah berasal dari kata ‘qoroba’ yang berarti dekat aatau mendekatkan. Qurban berarti menyembelih hewan yang telah memenuhi syarat tertentu ( secara konsep fiqh) dengan niatan untuk mendekatkan diri kepada allah SWT, demikian arti secara terminologi para ulama mengatakan. Ungkapan itu menyisipkan makna bahwa, salah satu media alternative untuk mendekatkan diri kepada allah dapat di tempuh dengan cara berqurban.
Berkurban disini dapat di artikan secara tekstual seperti itu maupun secara kontekstual, dengan pemaknaan yang lebih luas.
Dalam momentum hari raya ini setidaknya kita sebagai muslim yang baik harus dapat memahami, menghayati, selanjutnya merasakan terhadap makna yang terkandung di dalamnya.
Ummat islam seharusnya memilki tipologi pemikiran khusus dalam menjalankan peribadatannnya. Perayaan hari raya atau hari besar yang lain tentunya mesti di manfaatkan secara maksimal dalam rangka menuju insan kamil.
Di sadari atau tidak, selama ini kita sering kali kurang memperhatikan korelasi makna filosofi dan tujuan pelaksanaan sebuah peribadatan.
Kita pernah mendengar bahwa Iedul adha itu memilki dua tujuan besar, yakni kesadaran untuk menjadi insan yang saleh spiritual dan saleh sosial. Pertama kesadaran untuk menjadi seseorang yang saleh spiritual mengandung arti bahwa sebagai ummat muslim seyogyanya dapat menjalankan peribadatannya secara ikhlas. Sadar akan posisinya sebagai seorang hamba allah di muka bumi ini. Menjadi seorang hamba yang baik di tentukan oleh, seberapa besar pengabdiannya kepada sang kholik. Tentunya saleh spiritual dalam momentum iedul adha terlihat saat mereka di malam hari, mengumandangkan takbir dengan penuh penghayatan dan harap di dalamnya. Sadar akan umur yang di berikan oleh allah sudah semestinya di syukuri keberadaanya. Harta pribadi yang berada di dunia ini, semata-mata hanyalah titipan, tak lebih darinya. Maka sebagai manusia yang sadar akan nikmat tuhannya, akan tergerak hatinya untuk selalu taat padanya. Menjalankan kewajiban-kewajiban spiritual bukan merupakan paksaan yang berbalut indahnya aspek lahiriyahnya saja. Tetapi menjalankan semua itu semata-mata karena ikhlas dari sanu bari yang terdalam. Tanpa ada unsur pamrih sedikitpun di dalamnya, terutama di mata manusia.
Yang kedua Kesalehan sosial, berarti tidak melupakaan keberadaan mereka sebagai hamba tuhan yang hidup bermasyrakat. Hidup dengan sesama dalam ruang dan tempat. Tak lain dan tidak bukan dia merupakan makluk yang membutuhkan bantuan kepada yang lain serta perlu membantu pada orang lain jika membutuhkan.
Keceredasan sosial dapat terwujud dalam bentuk kepedulian mereka dalam berbagi kebahagiaan dengan sesama. Momentum iedul qurban melahirkan titik temu antar masyarakat, dengan berbagi kebahagiaan antar sesama. Yang kaya bisa membagikan kebahagiaan itu lewat penyembelihan hewan kurban. Bisa juga bersatu dalam barisan soff solat pada saat sholat ied, bercengkrama dengan sesama, ikut berpartisipasi dalam prosesi pelaksanaan penyembelihan kurban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar