Minggu, 09 Januari 2011

UNGKAPAN

Jalan desa

Jaunya rute dari kota
Jauhnya jalan dari kemakmuran
Legang hening tanpa bising
Alangkah indahnya desa tercinta

Batas warna hitam di jalan kota
Membatasi jalan di plosok desa
Roda hitam bukan jaminan
Melaju kencang bagaikan kuda

Kelelahan memandang jauhnya jalanan
Sembari lihat kiri kanan.
Keadaan menjadi tak menyenagkan
Menyibak jalanaan rusak tak karuan

Jalan desa memang begini
Tak pantas di alur tak pantas di jaluri
Guyuran hujan  yang terus menderu
Kacaukan rodaku saat melaju


Anak ayam menetas

Bukannya lucu
Tapi terharu
Bukannya mudah
Namun tak mudah

Lihatlah Sang bulat telah panas
Di hinggapi berhari-hari
Cikal bakal kehidupan
Akan di mulai tepat 21 hari

Bunyi pecukan tanda permulaan
Saat hidup harus di perjuangkan
Kelihatan cangkang yang telah usang
Telur ayam bagi kehidupan







Bumiku layu
Campuran warna di kelap malam
Hitam pekat tak terlihat
Bintang kejora alih berlalu
Di singkirkan oleh kilau rembulan

Bising-bising bunyi mesin
Berteriak kegirangan
Menyemai polusi siang dan malam
Luluhkan segar alam tuhan

Sampah limbah ikut ramai
Dalam kedai pencemaran
Alam rindang  seolah telah bungkam
Oleh himpitan persoalan lingkungan

Apakah tahan jika begitu
Menahan beban hujatan limbah
Silih berganti mengayun-ayun
Jadikan bumi linglung dan layu

Wahai bumiku
Apa yang kau rasakan
Bagaimana rasanya dirimu
Menjadi korban kepala yang tak mau tahu

Kala kau layu
Hidupmu seakan penuh luka
Katakanlah apa adanya
Luapan kata meskipun pilu

Mereka memang serakah
Menghukummu tak bersalah
Mengorbankan alam
Menimbulkan beban dan kejumudan

Biarkan sajalah langkah mereka
Lupakan saja kejahilannya
Memang dirimu menjadi pengorbanan
Nafsu tangan tak bertkemanusiaan

Berujarlah
Luapkanlah
Isi keinginan hatimu
Keluh kesahmu

Biarkan tuhan yang turun tangan
Sesembahan yang mereka agungkan
Jikalau alam mereka abaikan
Apakah tak durhaka pada kuasa tuhan



Seandainya mereka dengar

Bumi ingin berkata
Menanykan setiap jengkal perbuatan manusia
Saat-saat menjengkelkan terus menghujamnya
Kisah kelam dunia fana

Di jegal tuntutan pekerjaan
Manusia beradu nasip dan tujuan
Mengisi hari demi penghidupan
Namun tak jarang mengekplorasi lingkungan

Bumi pun makluk
Bumi pun merasa
Hanya saja kebanyakan insan tuhan
Tak dengar keluh kesahnya

Seandainya mereka dengar
Jeritan perih kata bumi
Sakit perih bumi ini
Niscaya mereka akan sadar


Kaum berdasi yang hilang
Hitam putih Hijau biru
Warna warni tiap hari
Pakai parfum tiap waktu
Wahai tuan siapa dirimu


Kulit bersih
Wajah gemilang
Isi dompet
Tak hanya ribuan

Makan di restoran
Tinggal pencet tombol
Tidur di hotel
Harga jutaan

Mungkin harta tak perlu di tanya
ATM dan BANK lumrah adanya
Sayang di sayang mana wujudnya
Dirimu hadir menemui rakyat jelata

Kau telah hilang
Kaum berdasi tinggallah nama
Hadirnya sukses hanya untukmu
Sadarkah itu sebuah kebijakan



Bumi berkeluh
Bisingan kendaraan berbuntut kepul debu
Datang berhampiran dengan sejuta kehawatiran
Asap menggumpal tak pernah memudar
Rentetkan keluh kesah tak berkesudahan.

Wahai roda dan kaki
Aku jenuh melihat sosok dirimu
Mengapa kau selalu mgnggangguku
Apa salahku

Wahai kaki manusia
Siapakah sebetulnya dirimu
Kaki jalanan tak hentinya menginjak diriku
Menjadikanku keras dan mati

Wahai tangan manusia
Siapa gerangankah dirimu
Siapa tuanmu
Sehingga kau tega Melapisiku dengan baju beton

Wahai tangan yang bijak
Di manakah engkau sekarang
Kenapa kau Menguburku dengan bangunan bercakar ayam
Menghiasiku dengan saluran-saluran
Biarlah aku hidup normal







Maaf bu

Sayup rintih
Tangis melirih
Tak ada dirimu
Aku menagis

Saat gendongan kau ayunkan
Aku tak ingin kau tinggalkan
Kau menyanyikan lagu
Hanya untuk anakmu

Sesuap nasi kau perjuangkan
Seteguk air kau usahakan
Ku tak tahu
Diriku takan sempurna tanpa bimbingmu

Remaja diriku
Umurku bertambah
Mintaku adalah ratu
Berontak ia senjataku

Aku sudah dewasa
Aku bebas
Kau bukan siapa-siapa
Akupun bukan apa-apa bagimu

Namun sadarnya aku
Ingatnya aku
Kenapa baru saat itu
Mengapa ini terjadi

Diriku merasa
Kesadaran baru q temu
Saat kau bilang padaq
Ketika matamu sayup sepertiku dulu
Bahwa dirimu ingin pulang kesana

Maaf bu
Aku salah
Aku hilaf
Aku telah menyakitimu



.
Sesuap nasi

Pasrahmu pada sang pencipta
Hadir di dalam relung hati
Tak satupun kau mengucap kata
Keluh kesah senada tak ikhlas

Tahun-tahun kau jalani
Carikan aku sesuap nasi
Penyambung nyawa
Dalam pena putusan sang maha kuasa

Ketulusanmu
Telah berserimpun
Takan pudar meski senja umur datang
Ku terharu

Tanganmu kasar
Kulitmu telah berkeriput
Berkurang dayamu
Uban putih menjalari usia tuamu

Terimakasihku
Ku ungkapkan
Ku lantunkan
Ku senandungkan

Hanya ini beriku
Ucap kata yang ringan
Tulis kata berurutan
Wahai ibuku tersayang


Lilin kebijakan ( Untuk sang pemimpin )
Kegelapan datang menerpa
Menutup cahaya matahari siang
Kesunyian berkecamuk
Seolah pikiran manusia yang bermasalah

Masih banyak mereka yang kegelapan
Duduk tak beralas
Makaan tak berlauk
Tidur tak berkasur

Serba cukup meski  tidak bisa tercukupi
Serba hidup indah meskipun hidup sukar di jalani
Jalan bersepatu kaki
Berpakaian tak perlu merk itali

Namun siapakah gerangan
Siapakah yang peduli
Ataukah janji yang sering di ujar
Tak di ngat oleh mereka

Tidak…. Tidak….
Kenapa gelap terus negri ini
Gelap karena penjanji yang buta
Tak di sangka tak di kenang.
.
Mana bukti gesekan mulut yang dulu berkomat kamit
Membariskan kata-kata
Mana isi gumalan kalimat
Yang pada saat itu menangis dan meminta-minta suara

Tolonglah mereka wahai cahaya kebijaksanaan.



Mata mereka  tak tak mungkin  bicara namun merasa
Telinga mereka tak mendengar tapi
Hati tak melihat namun berucap
Merintih tak berkesudahan

Datanglah lilin
Datanglah dengan cahayamu
Jangan kau datang sendiri tanpanya
Tanpanya kau tak berarti

Wahai lilin
Singkirkanlah debu hitam yang menutupi cahaya matahari
Bungkamlah mereka
Jauhkan mereka dari hadapkanku

















Siang begitu panas
Dan jalan menjadi keras
Malam selalu beriringan
Begitupun Siang tak mau di tinggalkan

Hari selalu berganti
Berhimpit minggu dan rentetan bulan
Namun hati selalu menanti
Datangnya hari bertabur mimpi

Biarkan mereka jauh
Asal engkau tak menjauh
Biarkan mereka kembali
Asalkan engkau siap di sini

Ahiri tahun ini
Ahiri detik ini
Ahiri langkah ini
Untuk menyongsong tahun baru nan penuh arti













Tidak ada komentar:

Posting Komentar